Thursday, February 10, 2022

Cucu Untuk Mereka Part 3

 



Siang itu aku baru saja selesai mengerjakan semua tugas rumah. Sejenak aku putuskan untuk merebahkan diri di sofa karena aku mulai merasa sedikit lelah. Kupejamkan mata, tapi tiba-tiba terlintas kejadian kemarin di rumah mertuaku.

Tanpa di sadari air mata mulai menetes. 

" Tuhan, apa mereka tidak bisa berhenti mempertanyakan soal kehamilan ? Berulang kali selalu memberikan saran yang sama, apa mereka pikir selama ini aku diem aja ".  Aku mulai mengeluh dalam hati.

Mereka tidak tahu seberapa keras aku telah berusaha. Dari tiga bulan yang lalu semua cara banyak yang sudah aku coba.

Aku teringat kembali peristiwa tiga bulan yang lalu. Entah bisikan dari mana tiba-tiba ada hal yang ingin aku cari tahu. 

Aku bergegas mengambil sebuah benda yang selalu aku simpan di atas meja rias di kamarku.

Dengan cepat aku mendaratkan jari jempol ku pada papan ketik dan mulai merangkai sebuah kalimat.

* Herbal alami agar cepat hamil *

Kalimat itu lah yang tertera dalam layar ponselku. Hanya satu klik, muncul banyak artikel. Pada saat itu aku membaca artikel yang sekiranya ada bahan herbal yang mudah di cari. Akhirnya aku menemukan yang menurutku tidak sulit aku dapatkan.

Asparagus 


Asparagus adalah salah satu jenis tanaman herbal yang mengandung banyak nutrisi. Herbal
ini tidak hanya rendah kalori dan membuat Bunda kenyang, namun juga memberi nutrisi
penting untuk kehamilan.

Di dalam asparagus, terdapat kandungan vitamin K, vitamin A, vitamin B, hingga vitamin C. Mengonsumsi ramuan alami agar cepat hamil ini disebut bisa memperbesar peluang supaya cepat hamil.

Aku membaca seluruh artikel dengan cermat. Dan dengan penuh keyakinan aku ingin mencoba apa yang di sarankan dalam tulisan itu.

" Mas, pulang kerja mampir ke supermarket bisa gak ?"

Aku menunggu pesan balasan dari suamiku.

*Trinkkkk...*    

Ponsel ku berbunyi. Dan benar saja itu pesan balasan dari Mas Rian.

" Iyah bisa, emang kamu mau beli apa ?" 

" Aku liat di internet kalo asparagus bisa bikin cepet hamil "   balasku.

Aku cukup lama menunggu balasan pesan berikutnya. Mungkin dia tengah sibuk bekerja. Entah kenapa perasaanku jadi gelisah, padahal aku hanya sedang menunggu pesan dari suamiku, bukan balasan cinta dari orang yang pernah singgah di hati lalu pergi.

Kurang lebih dua puluh menit ponselku kembali berdering. Pesan dari nya cukup membuatku tercengang.

" Mas kan udah bilang sama kamu, anak itu termasuk rizki,kalo udah rizkinya pasti gak akan kemana ".

Mungkin aku ini memang perempuan yang cengeng. Hanya membaca itu saja, cukup memancing air mataku. Tapi aku mencoba berusaha memberi penjelasan pada suamiku. Jari ku kembali dengan lihai mengetik.

" Aku tau itu mas, tapi gak ada salahnya kita perkuat ikhtiarnya ".

" Uang juga termasuk rizki, kita gak dapetin uang nya gitu aja kan? Harus berusaha kerja dulu baru bisa dapetin uang nya ".

Kali ini tidak perlu menunggu lama balasan dari Mas Rian.

" Ya udah nanti mas beliin, tapi kamu harus janji, seandainya cara ini gak berhasil, kamu gak boleh ngeluh ".  

Aku mengiyakan balasan pesan nya sekaligus mengakhiri percakapan kami.

***

Sore ini jarum jam seperti berhenti memutar. Mendadak terasa begitu lama saat menunggu suamiku pulang.  Aku pun sudah selesai mandi dari tadi, dan berdandan rapi. Rasanya sudah tidak sabar untuk menyambut nya pulang.

Tak lama terdengar suara motor yang sudah tak asing di telingaku. Dengan sigap aku pun berlari keluar menuju halaman. Pintu pagar sudah terbuka saat motor suamiku belum sampai di depan halaman.

" Tau aja kalo suami nya udah pulang, sampe pintu udah di buka padahal motor mas belum keliatan "   godanya sambil memberikan senyuman yang terlihat begitu manis.

" Tau lahh, aku udah hafal suara motor nya, bahkan aku bisa bedain yang mana suara kentut kamu "   aku pun tak kalah balik menggodanya.

" Dasar kamu ini, semua nada kentut itu sama "   ucapnya sembari memarkirkan motor di halaman.

" Tunggu mas !"   Perintahku. Dan dia berhenti sejenak.

" Ada apa, mas mau cepet-cepet ke air nih ?" 

" Emang kentut ada nada nya ?"  Tanyaku dengan ekpresi sok polos.

" Auah "  jawabnya singkat dan berlalu meninggalkan ku yang masih melongo sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

" Aku nanya bener malah di jawab auah " umpatku kesal.

Aku melihat kresek hitam yang masih menggantung di motor, dan aku menduga itu pasti asparagus pesananku. Dan ternyata benar. Dengan girang aku berlari ke dalam rumah. Saat hendak mendekati kamar mandi aku pun mulai berteriak memanggil suamiku untuk mengucapkan terimakasih.

" Maassss.... !!!"   Teriaku yang suaranya terdengar sampai kamar mandi.

" Iyah apa, mas masih mandi "   sahutnya.

" Makasih aspal agus nya !"  karena saking senang nya, tanpa sengaja aku salah menyebutkan nama tanaman ini.

" Iyah sama-sama "  teriak nya dari dalam bilik mandi.

Dia mengiyakan begitu saja tanpa membenarkan ucapanku. Entah karena suara air keran yang cukup deras jadi ucapanku tidak terdengar begitu jelas atau mungkin dia lupa nama tumbuhan ini. 

" Ahhh sudahlah, lebih baik aku segera mengolah asparagus nya".

Dengan senyum sumringah aku pun menuju dapur untuk mulai mengeksekusi asparagus yang sejak tadi sudah aku nantikan.

Menurut artikel, lebih baik di makan mentah. Ini kali pertamanya aku makan asparagus mentah. Tapi demi segera mendengar suara bayi di rumah ini, aku rela melakukan apa saja.

Pertama-tama aku mulai membersihkan asparagus nya, lalu di tiriskan. Sesimple itu memang.

" Mau di masak sekarang ?"   Suara Mas Rian membuat aku kaget. Rupanya dia  baru selesai mandi, bahkan badan nya masih di balut handuk.

" Gak aku masak, mau makan mentah aja "      jawabku yang masih sibuk meniriskan asparagus.

" Kayak yang doyan aja di makan mentah "   ledek nya sembari nyelonong menuju kamar.

Sebenarnya aku belum pernah makan asparagus, apalagi mentah begini. Tapi semoga rasanya cocok dengan lidahku.

Aku membawa beberapa batang asparagus untuk aku cemil di meja makan. Sedikit ragu untuk memasukkan tumbuhan ini ke dalam mulutku. Aku mencoba mencicip satu gigitan saja.

Lidahku mulai mengenali rasa tumbuhan ini. Rasanya hampir mirip dengan brokoli dan tekstur yang renyah. Entah sudah berapa batang yang aku makan. Hingga lidah ku mulai bisa menerima rasanya.

" Doyan ?"  Tanya Mas Rian yang baru saja terduduk di kursi meja makan.

" Lumayan "   jawabku singkat.

" Kita makan sekarang aja yah mas, kamu juga pasti udah laper "   ajak ku yang sebenarnya sudah sedikit kenyang.

" Wihhh kari ayam "   ekpresi bahagia nya mulai dia perlihatkan setelah membuka tudung saji.

Aku sengaja membuat masakan kesukaan suamiku. Dan selama ini dia tidak pernah mengeluh untuk segala masakan yang aku buat untuk nya.

Begitulah dia, lelaki yang tak pernah banyak mengeluh dan menuntut sesuatu dari istrinya. Mendapat  Suami yang penyabar dan penyayang, yang selalu di dambakan kaum hawa, kini aku sudah mendapatkan nya. Hanya ada satu yang belum ku miliki, bayi mungil yang selalu ku nanti.

*******

" Mas pulang nya jangan lupa beli asparagus lagi yah, di kulkas udah abis "   itulah isi pesan yang ku kirim pada Mas Rian.

" Siappp nci !"   Balasnya dengan durasi yang sangat singkat, mungkin dia mengetik dengan kecepatan 100km/jam.

" Siapa nci ?"   Balasku dengan wajah mulai cemberut , padahal suamiku tidak akan bisa melihat ekspresiku saat ini.

Kali ini mendadak pesan balasan nya cukup lama hingga aku mulai gelisah. Karena aku takut pesan itu bukan dia kirim untukku.

* Trinkkkk... *

Entah harus senang atau kesal melihat balasan yang dia kirim.

" Ya kamu lah, tiap ngemil asparagus mirip banget kelinci, mana waktu kamu ngunyah  bunyi nya kraukk.. kraukkk... " 

Aku senang karena rupa nya pesan tadi memang untukku, tapi kesal di buatnya gara-gara aku di samakan dengan hewan yang berkuping panjang dan berbulu lembut itu.

" Bodo amat, yang penting lucu !"  Balasku menutup percakapan kami lewat pesan singkat.

Sudah dua minggu ini aku memang rutin memakan asparagus mentah-mentah. Yang terpenting aku sudah berusaha, biarkan Tuhan yang menentukan hasil akhirnya.





Cucu Untuk Mereka Part 2


" Happy anniversary sayang " kecupan hangat mendarat di keningku.

Tak terasa hari ini sudah menginjak satu tahun pernikahan kami. Seketika aku mengenang hari dimana aku dan Mas Rian duduk tepat di hadapan Pak Penghulu. Di saksikan kedua belah pihak dan puluhan pasang bola mata. 

Kami bersatu setelah mendengar para saksi mengucap kata sah. Satu kata yang selalu di nantikan setiap kaum hawa. Penantian selama enam tahun akhirnya selesai sudah.

" Semoga hubungan kita segera di lengkapi bayi mungil ya mas " ucapku lirih.

" Aamiin, udah yah jangan nangis, biar gak sedih lagi, nanti malem kita dinner " tangan hangatnya mengusap pipiku yang di banjiri air mata.

" Oh iyah, kamu pasti lupa. Minggu lalu mamah nyuruh kita kerumahnya kan. Kita botram selagi aku libur " 

Jarak rumah ibu mertua ku tak jauh dari tempat tinggalku. Tapi rasanya aku enggan untuk ikut acara makan bersama itu. 

" Pasti sama ibu-ibu depan rumah mamah yah " tanyaku dengan nada sedikit malas.

" Pasti lahh, kamu kan tau sendiri sebulan sekali pasti botram sama tetangga yang lain " .

" Kenapa malah bengong ?" Mas Rian membuyarkan lamunanku.

Aku dalam keadaan dilema. Jika aku tidak ikut bergabung, nanti dikira tak bisa menghormati mertua. Tapi jika aku ikut, apa aku bisa terus tegar.

" Mas tau apa yang ada di pikiran kamu, " timpalnya karena aku masih diam membisu.

" Kamu tenang aja, mas pasti jadi perisai nya kamu kok " kali ini dia membujukku dengan cara merayu.

Aku hanya menyimpulkan senyum, karena sedang tidak ingin mengatakan satu patah kata pun. 

" Yukk otw ! nanti kalau telat malah keburu mateng semua lauk nya ". Tangan nya meraih jari jemari ku.

Sejak beberapa bulan terakhir, satu bulan sekali halaman rumah mertuaku selalu ramai. Beberapa tetangga mengadakan acara makan bersama. Para wanita memasak dan para lelaki hanya berbincang sambil menunggu semua masakan siap di sajikan.

Hanya beberapa menit dari rumahku. Akhirnya kami sampai di lokasi tujuan. Belum begitu ramai, tapi sudah ada beberapa orang yang datang.

" Nahh dua sejoli udah datang !" Seru pria yang tengah berbincang dengan bapak-bapak lainnya. Kami pun di sambut hangat.

Bapak- bapak memang berbeda jauh dari para emak. Mereka tidak pernah ingin tahu tentang kehidupan orang lain. Topik yang di bahas pun paling seputar bola, kerja bakti, mancing. Pembahasan yang tidak ada unsur ghibah.

Tapi para emak, topik yang di bahas sungguh menguras emoji. Ehmm maksud nya menguras emosi.

" Ehh Bu, ternyata anaknya Bu. A udah hamil sebelum nikah !"
" Anak nya Bu. B keluyuran terus pulang di anter lelaki ".
" Anak Bu. C gak pernah ke mana-mana, gimana mau dapet jodoh ".

Itulah sekilas pembahasan para emak. Un faedah bukan? Bisakah topik ghibah para emak di luar sana di ganti. Pembicaraan yang berfaedah, minimal untuk diri sendiri tanpa ada rasa menyakiti.

" Eh Bu, tau gak? Kemaren sandal jepit saya putus, terus berkat ada tukang bangunan, akhirnya sandal saya berfungsi lagi. Tukang nya baik banget ngasih saya paku buat nambal penjepit nya.

" Tau gak Bu? Lipstick saya habis, terus saya korek-korek pakai jari kelingking, akhirnya saya bisa pergi kondangan ".

Sudahlah, setiap hal buruk memang sulit untuk di hilangkan.

" Kamu ke dapur aja langsung, aku disini ngobrol sama bapak-bapak " pintanya seraya mengusap kepalaku.

Saat memasuki dapur, terlihat ibu mertuaku sedang memilah toge. Dan dua orang lainnya sedang menyiapkan wadah yang akan di pakai.

" Belum pada dateng semua mah " tanyaku yang tanpa sengaja mengejutkan ibu mertua ku.

" ehh iyah belum, ini mamah sengaja tadi beli toge buat kamu. Biar nanti nya subur ".
Beliau menjawab dengan nada yang ramah, tapi entah kenapa hatiku rasanya sakit. 

" Iyah mah makasih, aku ke toilet dulu yah mau cuci kaki ". 

Aku berbohong pada mertuaku. Aku berlari ke toilet bukan untuk mencuci kaki ku yang tidak kotor sedikit pun. Tapi aku tak tahan ingin meluapkan sesuatu yang membuat dada ku sesak. 

Aku menangis pelan, aku malu. Ada orang lain di sana, tapi tanpa sadar mertuaku sudah membuat ku tersinggung.

Dalam hati, aku mencoba menghibur diri sendiri.

" Inget kata Mas Rian, anak juga termasuk rizki dari Tuhan. Kalo udah rizkinya pasti bakalan aku dapetin " gumamku seraya mengusap perut dan membayangkan ada jabang bayi dalam perutku.

Aku menyeka jejak air mataku dan membasuh kedua kaki agar mertua ku tidak curiga. 

" Toge nya mamah taro di wadah plastik, nanti di makan mentah lebih bagus " perintahnya saat melihatku keluar dari toilet.

" Harusnya di awal-awal nikah rutin makan toge, atau jamu penyubur " ucap salah seorang tatangga yang sedang mengiris cabai.

Mendengar itu aku dan mertuaku hanya membalas dengan senyuman, dan entah apa yang sedang di pikirkan mertuaku setelah mendengar saran yang di lontarkan ibu tadi.

" Saya juga jaman muda dulu rutin minum jamu, katanya biar makin subur, tiga minggu nikah langsung hamil " ucap wanita yang sedang mencuci beras, rupa nya dia pun ikut menyimak pembicaraan kami.

Setiap bulan aku harus berhadapan dengan situasi seperti ini. Aku mau datang ke sini atas bujukan Mas Rian yang akan menjadi perisai ku. 

Tapi dia tidak bisa melindungi ku agar terhindar dari topik soal anak lagi. Aku pun tidak enak jika mengganggu dia yang sedang berkumpul dengan bapak-bapak.

Saat ini aku benar-benar lelah. Tak ada satu pun diantara mereka yang tau apa yang sudah aku lakukan agar bisa memberikan cucu pada mertu dan keluargaku. Dan masalah apa yang aku hadapi hanya aku dan Mas Rian yang tahu.

Mungkin setiap orang selalu berfikir, kalau aku tidak mau berusaha ikhtiar lewat medis atau produk yang sudah mereka sarankan, hingga mereka terus saja memberikan saran, yang tanpa mereka sadari sudah membuat seseorang seperti di timpa beban yang begitu berat 😥

Apa yang mereka ucapkan, mengingatkan ku pada ucapan dokter kala itu. Diagnosa yang membuatku cukup terpuruk. 

Lelah?? " Iyah "

Apa mereka tau ? " Tidak "

Aku dan Mas Rian memang sudah sepakat untuk tidak menceritakan apa saja yang sudah kami lewati, sekalipun itu orang tua ku sendiri. Karena bagi kami, masalah rumah tangga tak perlu di ungkapkan pada semua orang. Seandainya semua masalah kami bagi, belum tentu mereka akan mengerti. 



Monday, February 7, 2022

Perjuanganku Dan Kamu Bertemu Pak Penghulu Part 4

 




Aku takut salah satu hati kita tidak memiliki pendirian yang kuat untuk menjalani hubungan tanpa saling bertemu. Dan akhirnya lebih memilih cinta yang baru.

" Bakalan lama gak ?" Tanyaku lirih.

Giliran dia yang membisu setelah mendengar pertanyaanku. Aku menatap wajah nya yang entah sedang memikiran apa. 

Tubuhku terasa lunglai, aku takut saat mendengar keputusan terakhir yang akan keluar dari mulutnya.

" Aku juga belum tau lama atau engga " ucapnya lirih.

Jawaban itu membuatku semakin tak kuasa untuk membendung air mataku. Tapi dia mencoba menenangkan ku.

" Aku kerja jauh pun buat masa depan kita juga " ucapnya sambil mengusap air mata ku.

Bukan tidak bisa jauh darinya, aku pun takut di luaran sana dia bertemu dengan wanita yang lebih segala-galanya dariku.

Jika dia pergi di saat aku tidak ada rasa untuknya, aku tidak apa-apa. Tapi sekarang dia harus pergi jauh di saat Tuhan sudah menyadarkan ku jika aku tidak sanggup jauh darinya.

Awal kita bertemu memang tidak ada rasa sedikit pun untuknya. Setelah satu minggu dia tanpa kabar, baru lah aku mulai merasa kehilangan.

Inikah makna dari lirik lagu astrid yang berjudul tentang rasa?  " Tentang cinta yang datang perlahan, membuatku takut kehilangan ".

Kini aku mengalami hal itu. Awalnya tak ada rasa untuknya. Tapi lambat laun perasaan itu muncul secara perlahan. Dan saat ini aku benar-benar merasa takut kehilangan.

Beda hal nya dengan cinta masa lalu yang pernah mampir dalam hidupku. Aku sudah mulai jatuh cinta pada lelaki yang baru pertama ku temui. 

Tapi semakin lama aku mengenalnya, perasaan cinta itu memudar secara perlahan. Mungkin itu karena aku menyukai kelebihan yang dia tunjukkan di awal hubungan. Saat kekurangan dia mulai terlihat, aku mulai tidak bisa menerimanya.

Dan perasaan cinta untuk lelaki yang saat ini sedang bersamaku, terjadi hal yang sebaliknya. Mungkin itu terjadi karena pada awalnya aku hanya melihat kekurangan dia. 

Tapi karena rasa cinta yang tumbuh semakin besar, akhirnya aku mulai mencintai segala kekurangan yang ada pada dirinya. Dan segala kekurangan itu berubah menjadi kelebihan di mataku.  

Dari masa lalu aku belajar, jika ingin mencintai dengan tulus, cintailah dulu segala kekurangan yang pasangan kita miliki. Setelah itu pasti kelebihan dia pun pasti akan kita temukan dalam dirinya.

Dan menurut ku cinta yang tulus itu bukan dari mata turun ke hati, tapi dari hati naik ke mata. Jika hati sudah bisa menerima, maka dia akan terlihat sempurna di mata kita. Tapi jika mata yg melihat, maka hati belum tentu bisa menerima. 


Seperti nya ini salah satu takdir Tuhan yang harus ku jalani. Harus berpisah di saat rasa itu semakin tumbuh. 

" Sebelum pulang kita makan Yuk !!! "   Rupanya dia mencoba menghiburku agar tak larut dalam kesedihan.

Jangankan menerima ajakan nya, untuk tersenyum saja berat rasanya. Tapi aku pun tidak mau dia turut sedih karena melihatku selalu murung. Akhirnya aku menerima ajakan dia membeli sesuatu untuk mengisi perut kita berdua yang tanpa aku sadari cacing di perutku sudah berontak karena belum makan siang.
 
Di tempat makan dia tidak menyerah untuk selalu membuatku tersenyum. Banyak hal konyol yang tidak segan dia tunjukkan.

Siang itu di tempat makan yang view nya cukup menyejukkan pandangan ku karena banyak pepohonan rindang yang di hiasi pernak pernik, tiba-tiba muncul dua ekor semut besar di atas meja yang masih kosong karena pesanan kita berdua belum datang. 

Aku pikir kedua semut itu pasti akan dia singkirkan. Tapi dugaanku meleset. Lagi-lagi dia melakukan hal konyol.

" Kamu pilih semut yang mana ? Aku yang ini " 

 telunjuknya mengarah ke salah satu semut yang menurutku tidak ada bedanya. Ukuran nya sama, bentuk nya pun sama. Tidak ada perbedaan sedikitpun, tidak seperti Upin dan Ipin yang salah satu nya memiliki perbedaan pada rambut meskipun amat sedikit.

Aku mengerutkan kening karena tidak mengerti apa yang akan dia lakukan. Lagi pula aku tidak perlu menjawab yang mana semut yang akan aku pilih, toh hanya tinggal satu semut yang tersisa.

" Kamu mau apain semut ini ?"

Dia terlihat sangat antusias saat aku bertanya. Setelah itu dia mengatur posisi kedua semut tadi jadi saling berhadapan.

" Kita adu semut nya. Semut yang mati duluan berarti kalah ". 

Segara dia mulai pertandingan kedua semut tadi. Terlihat semut yang dia pilih mendekati lawan nya. Kedua serangga itu terus saling beradu. 

Tanpa ada wasit pertandingan itu terlihat semakin seru. Mungkin itu menurutnya. Karena terlihat dia heboh sendiri melihat kedua serangga itu terus saling beradu.  Aku hanya tersenyum melihat tingkah konyol nya.

Tapi tidak terlihat tanda-tanda semut yang akan kalah. Malah terlihat serangga itu mulai menjauh dan pergi begitu saja.

Sejenak kami saling bertatapan dengan ekpresi konyol karena melihat serangga itu berlalu sebelum pertandingan selelai.

" Mungkin serangga nya udah bermusyawarah buat gak berantem, jadi lebih milih baikan aja "

Ucapan dia sontak membuat ku tak bisa menahan tawa. Mungkin benar, semut itu sudah lelah berkelahi. Dan mereka sadar jika perkelahian itu tidaklah baik.

Serangga tadi telah mencairkan suasana, dan bisa membuat aku sejenak bisa tertawa kembali.

Waiters yang menghampiri meja kami, mengakhiri tawa yang sedang kami nikmati. Candaan tadi membuat ku semakin lapar dan makanan yang kami pesan tiba di saat yang tepat.

Ayam bakar dan sambal lalap yang biasanya selalu menggugah selera. Kini terasa tak nikmat saat ku santap kala aku teringat kembali bahwa lelaki yang ada di hadapanku akan pergi jauh.

" Kenapa kamu nangis lagi ?"  Tanya nya yang langsung membuat mulut yang tadi tengah menikmati makanan kini jadi terhenti.

" Kalo kamu sedih terus, aku gak akan tenang ngejalanin hidup di kota orang ".  Ucap nya sebelum aku menjawab pertanyaan yang dia lontarkan tadi.

Aku tidak yakin bisa menjalani hari-hari tanpa bertemu dia dalam waktu yang lama. Itu pun tidak pasti berapa lama nya dia merantau di kota orang.

Terlalu banyak kenangan bersama nya. Hanya dia kekasih dan teman yang aku miliki. 

"Jika dia pergi, apa akan ada kebahagiaan yang siap menanti? Tapi bagaimana jika dia kembali tapi hati nya bukan untukku lagi ?"


*Bersambung*















Cucu Untuk Mereka Part 3

  Siang itu aku baru saja selesai mengerjakan semua tugas rumah. Sejenak aku putuskan untuk merebahkan diri di sofa karena aku mulai merasa ...