Thursday, January 20, 2022

Perjuanganku Dan Kamu Bertemu Pak Penghulu Part 3

 






Mataku terbelalak melihat isi pesan yang dia kirim. Aku hanya berniat memberitahu kalau aku sedang kurang sehat, tapi respon dia sungguh diluar dugaan.

Tapi aku menolak ajakannya. Sebab aku tidak ingin merepotkan nya, aku pun kasihan padanya karena pasti dirinya akan kelelahan. 

Memang sih ada klinik yang tidak begitu jauh dari rumahku. Dan tempat dia bekerja pun hanya kurang lebih tiga puluh menit menuju rumahku. Tapi jarak rumahku dengan tempat tinggalnya cukup jauh. Pasti sampai larut malam untuk tiba dirumahnya.

Mendengar penolakanku, dia tetap bersikeras membawa ku ke dokter. Saat aku menolaknya lagi, akhirnya dia marah dan tidak membalas setiap pesan yang aku kirimkan padanya.

Sekitar pukul delapan lewat aku mendenger suara motor berhenti tepat di halaman rumahku. Tak lama kudengar ibuku memanggilku dan memberitahu kalau ada seseorang yang datang untuk menemuiku.

Saat aku turun kebawah, ku lihat lelaki yang masih berseragam kantor tengah meminta ijin ibuku untuk membawaku pergi ke dokter. Rupanya dia serius dengan ajakan tadi siang, padahal aku sudah menolak. 

Setelah kejadian itu aku menilai bahwa dia tidak memberi perhatian hanya sekedar dari mulut saja.

Setelah hampir dua tahun menjalani hubungan, perhatian yang dia berikan tidak pernah berubah. Tapi setelah hal yang selama ini dia tutupi terkuak olehku, aku rasa dia sudah berubah.

Sontak aku terkejut setelah aku melihat isi akun sosial medianya. Selama hampir dua tahun, baru kali ini dia memberikan email dan kata sandi sosmed nya itu, meskipun tanpa kuminta.

Mataku masih tidak bisa percaya meskipun setelah melihat semua inbox di sosmednya. Dan tanpa kusadari, pipiku sudah mulai di basahi air yang terus mengalir dari kelopak mataku.

Banyak sekali inbox dia untuk perempuan-perempuan yang tidak satupun aku kenal. Sampai ada pesan meminta nomor ponsel segala. 

Saat hubungan kami hampir satu tahun, rupanya dia pernah berkhianat, itu yang aku tau setelah melihat tanggal pesan yang dia kirim. Bukan satu atau dua orang, tapi banyak perempuan yang coba dia dekati.

"Kalau dia pura-pura sayang, kenapa perhatian yang dia beri terlihat benar-benar tulus ?"

Teka-teki itu rasanya sulit kupecahkan, karena jawaban yang tepat hanya dia yang tahu.

Saat mengetahui kalau dia sudah sampai di rumahnya, aku segera menghubungi dia untuk meminta penjelasan kenapa dirinya sampai tega berkhianat.

" Maaf, waktu itu kan aku belum yakin sama kamu ".  

Balasan pesan itu malah membuatku semakin geram dan tak bisa lagi untuk membendung air mataku.

" Kalo gak yakin, kenapa perhatian sampe sebegitu nya? Aku sakit pun kamu yang bawa aku ke dokter, kamu yang bawain aku makanan, ulang tahun pun kamu yang ngerencanain kejutan ! "  Dengan tangan yang gemetar karena emosi, tapi akhirnya berhasil membalas pesan dia sepanjang itu.

" Aku kaya gitu karna dulu juga kamu cuma ngejadiin aku pelarian !"

Pesan balasan kali ini pun membuat aku semakin emosi. Dia sampe setega itu hanya karena ingin balas dendam, tapi kenapa perhatian nya berlebihan. Dan aku pikir semuanya baik-baik saja.

Setelah kejadian itu, aku dan dia nyaris putus. Tapi karena kami mencoba menyelesaikan masalah dengan komunikasi yang baik, akhirnya hubungan kami kembali membaik.

Setelah saling meminta maaf, dia pun berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

Hubungan kami pun berjalan tanpa ada masalah yang berhubungan dengan orang ketiga lagi. Tapi kemudian kami kembali di uji.

Sore itu, setelah beberapa bulan pertengkaran terjadi. Aku mendapat kabar kalau dia sedang di rawat di rumah sakit. Aku merasa kehilangan karena tidak ada pesan masuk darinya. Padahal aku sudah menyiapkan hadiah ulang tahun untuknya.

Dua minggu berlalu, dia masih belum kunjung sembuh. Dan pada saat itu, ayah dan ibuku mengajak aku untuk menjenguknya di rumah sakit. Dengan girang aku pun menyetujui ajakan ibuku.

Sesampainya di rumah sakit, ku lihat dia terbaring lemas dengan di pasang alat infus di lengannya. Dan hanya di temani oleh ayahnya.

Tapi saat melihatku, terlihat sedikit ada rasa bahagia yang terpancar dari matanya. Dia mencoba untuk duduk dari tempat tidurnya namun ibuku melarangnya.

Orang tuaku dan ayahnya berbincang diluar. Aku menarik kursi di samping tempat tidurnya dan meletakkan hadiah beserta makanan di atas lemari pasien.

" Itu hadiah apa?"  Tanyanya saat melihat benda berbentuk kotak yang di balut kertas kado.

" Itu tadinya mau aku kasih buat kamu kalo kamu kerumah, tapi kmu nya malah sakit "  aku menjawab sambil tertunduk yang di susul dengan tangisan.

Bagaimana aku tidak sedih, hal yang aku rencanakan malah gagal.

" Liat kamu kesini aja aku udah seneng "  ucapnya dengan mata yang terus menatapku yang masih berlinang air mata.

Hampir lima belas menit aku menemani dia. Dan orang tua ku mengajakku pulang, tapi setelah itu ibuku memberi sebuah pilihan.

" Mau ikut pulang atau tetep disini?"  Tanya ibuku yang tak langsung aku berikan jawaban.

Kini aku dalam keadaan dilema.

" Kalo nginep disini, aku gak kuat begadang, kalo aku pulang rasanya aku gak tega "  aku terus bergumam dalam hati.

" Jadi gimana, ini udah sore ?" 

Pertanyaan ibuku sontak membuatku kaget dan membuyarkan rasa bingungku.

" Aku di sini aja, biar nanti malem ayah Rian bisa istirahat. "

Sebenarnya aku lebih memilih menginap di rumah sakit karena aku masih benar-benar belum puas melihat dia. 

Setelah orang tuaku pulang, ayah Rian pamit membeli makanan karena dia belum sempat makan dari siang. 

" Bapak beliin kamu juga makanan yah,kamu mau apa ?"  

Aku hanya menjawab tidak usah karena aku sudah makan. Padahal nafsu makan ku hilang setelah tahu kondisi dia.

Hari sudah malam, ku lihat ayah Rian terlihat mengantuk. Matanya memang melihat ke arah televisi, tapi terlihat sangat jelas jika beliau sudah tidak bisa menahan rasa kantuknya.

Aku pun menyarankan beliau istirahat, tapi sempat menolak karena tidak tega kalau aku harus berjaga sendirian.

Setelah aku yakinkan, akhirnya beliau tertidur. Mataku juga mulai ikut mengantuk, tapi aku tidak bisa tidur.

Aku nyaris ketiduran, tapi ada seseorang menepuk pelan lenganku. Rupanya itu Rian, dia ingin meminta ku untuk mengambilkan kresek. Ternyata dia tidak bisa menahan rasa mual nya, padahal baru setengah jam dia makan dan itupun hanya sedikit.

Paksaan dan tangisanku tak membuat dia makan menjadi lahap. Itu membuat aku semakin takut kehilangan dirinya.

 Karena rasa takut dan kurang tidur akhirnya aku pun ikut sakit sesaat setelah menginap di rumah sakit.

Hampir satu bulan dia di rumah sakit, akhirnya aku mendapat kabar baik dan juga kabar buruk. Dia sudah sembuh  meskipun harus berobat jalan selama enam bulan. Dan kabar buruk nya dia sudah di keluarkan dari tempat dia bekerja karena saat dia di rawat, hanya memberi kabar dua kali saja. Setelah itu dinyatakan keluar.

Setiap bulan aku selalu setia menemani dia mengunjungi rumah sakit sampai akhirnya dinyatakan sembuh total.

2 februari 2016, hari penentuan dimana aku dan dia akan berpisah atau tidak.

" Kamu bener ikhlas kalau aku tinggal ke Batam?"  Tanyanya dengan nada setengah tidak tega.

Kami masih terduduk di bangku taman rumah sakit, karena pada saat itu hari terakhir dia berobat jalan. Dan aku masih belum bisa memberikan jawaban yang tepat meskipun sebelum kami bertemu, aku sudah memberikan jawaban.

" Batam ke Bandung cukup jauh loh "  jelasnya dan aku hanya diam tertunduk karena merasa benar- benar bingung.

Pada saat itu aku tidak bisa mengambil keputusan. Dalam pikiranku hanya takut kehilangan. Tidak ada yang sanggup untuk terpisah dengan seseorang yang kita sayang, terlebih sudah menciptakan beribu kenangan.

Takut dia berpaling di luar sana? Iyah, hal itu yang semakin memberatkanku, terlebih dia pernah berkhianat. Bukan tidak bisa saling percaya, terkadang kepercayaan mudah sekali di hancurkan. 

Bagiku sebuah hubungan jarak jauh itu ibarat rumah. Seberapa kokoh nya suatu hubungan, seberapa besar kepercayaan satu sama lain, jika salah satu tiang pondasi nya tidak berdiri kuat. Maka hancurlah hubungan kita. 

Aku takut salah satu hati kita tidak memiliki pendirian yang kuat untuk menjalani hubungan tanpa saling bertemu. Dan akhirnya lebih memilih cinta yang baru.


* Bersambung*














No comments:

Cucu Untuk Mereka Part 3

  Siang itu aku baru saja selesai mengerjakan semua tugas rumah. Sejenak aku putuskan untuk merebahkan diri di sofa karena aku mulai merasa ...