Thursday, January 20, 2022

Perjuanganku Dan Kamu Bertemu Pak Penghulu Part 3

 






Mataku terbelalak melihat isi pesan yang dia kirim. Aku hanya berniat memberitahu kalau aku sedang kurang sehat, tapi respon dia sungguh diluar dugaan.

Tapi aku menolak ajakannya. Sebab aku tidak ingin merepotkan nya, aku pun kasihan padanya karena pasti dirinya akan kelelahan. 

Memang sih ada klinik yang tidak begitu jauh dari rumahku. Dan tempat dia bekerja pun hanya kurang lebih tiga puluh menit menuju rumahku. Tapi jarak rumahku dengan tempat tinggalnya cukup jauh. Pasti sampai larut malam untuk tiba dirumahnya.

Mendengar penolakanku, dia tetap bersikeras membawa ku ke dokter. Saat aku menolaknya lagi, akhirnya dia marah dan tidak membalas setiap pesan yang aku kirimkan padanya.

Sekitar pukul delapan lewat aku mendenger suara motor berhenti tepat di halaman rumahku. Tak lama kudengar ibuku memanggilku dan memberitahu kalau ada seseorang yang datang untuk menemuiku.

Saat aku turun kebawah, ku lihat lelaki yang masih berseragam kantor tengah meminta ijin ibuku untuk membawaku pergi ke dokter. Rupanya dia serius dengan ajakan tadi siang, padahal aku sudah menolak. 

Setelah kejadian itu aku menilai bahwa dia tidak memberi perhatian hanya sekedar dari mulut saja.

Setelah hampir dua tahun menjalani hubungan, perhatian yang dia berikan tidak pernah berubah. Tapi setelah hal yang selama ini dia tutupi terkuak olehku, aku rasa dia sudah berubah.

Sontak aku terkejut setelah aku melihat isi akun sosial medianya. Selama hampir dua tahun, baru kali ini dia memberikan email dan kata sandi sosmed nya itu, meskipun tanpa kuminta.

Mataku masih tidak bisa percaya meskipun setelah melihat semua inbox di sosmednya. Dan tanpa kusadari, pipiku sudah mulai di basahi air yang terus mengalir dari kelopak mataku.

Banyak sekali inbox dia untuk perempuan-perempuan yang tidak satupun aku kenal. Sampai ada pesan meminta nomor ponsel segala. 

Saat hubungan kami hampir satu tahun, rupanya dia pernah berkhianat, itu yang aku tau setelah melihat tanggal pesan yang dia kirim. Bukan satu atau dua orang, tapi banyak perempuan yang coba dia dekati.

"Kalau dia pura-pura sayang, kenapa perhatian yang dia beri terlihat benar-benar tulus ?"

Teka-teki itu rasanya sulit kupecahkan, karena jawaban yang tepat hanya dia yang tahu.

Saat mengetahui kalau dia sudah sampai di rumahnya, aku segera menghubungi dia untuk meminta penjelasan kenapa dirinya sampai tega berkhianat.

" Maaf, waktu itu kan aku belum yakin sama kamu ".  

Balasan pesan itu malah membuatku semakin geram dan tak bisa lagi untuk membendung air mataku.

" Kalo gak yakin, kenapa perhatian sampe sebegitu nya? Aku sakit pun kamu yang bawa aku ke dokter, kamu yang bawain aku makanan, ulang tahun pun kamu yang ngerencanain kejutan ! "  Dengan tangan yang gemetar karena emosi, tapi akhirnya berhasil membalas pesan dia sepanjang itu.

" Aku kaya gitu karna dulu juga kamu cuma ngejadiin aku pelarian !"

Pesan balasan kali ini pun membuat aku semakin emosi. Dia sampe setega itu hanya karena ingin balas dendam, tapi kenapa perhatian nya berlebihan. Dan aku pikir semuanya baik-baik saja.

Setelah kejadian itu, aku dan dia nyaris putus. Tapi karena kami mencoba menyelesaikan masalah dengan komunikasi yang baik, akhirnya hubungan kami kembali membaik.

Setelah saling meminta maaf, dia pun berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

Hubungan kami pun berjalan tanpa ada masalah yang berhubungan dengan orang ketiga lagi. Tapi kemudian kami kembali di uji.

Sore itu, setelah beberapa bulan pertengkaran terjadi. Aku mendapat kabar kalau dia sedang di rawat di rumah sakit. Aku merasa kehilangan karena tidak ada pesan masuk darinya. Padahal aku sudah menyiapkan hadiah ulang tahun untuknya.

Dua minggu berlalu, dia masih belum kunjung sembuh. Dan pada saat itu, ayah dan ibuku mengajak aku untuk menjenguknya di rumah sakit. Dengan girang aku pun menyetujui ajakan ibuku.

Sesampainya di rumah sakit, ku lihat dia terbaring lemas dengan di pasang alat infus di lengannya. Dan hanya di temani oleh ayahnya.

Tapi saat melihatku, terlihat sedikit ada rasa bahagia yang terpancar dari matanya. Dia mencoba untuk duduk dari tempat tidurnya namun ibuku melarangnya.

Orang tuaku dan ayahnya berbincang diluar. Aku menarik kursi di samping tempat tidurnya dan meletakkan hadiah beserta makanan di atas lemari pasien.

" Itu hadiah apa?"  Tanyanya saat melihat benda berbentuk kotak yang di balut kertas kado.

" Itu tadinya mau aku kasih buat kamu kalo kamu kerumah, tapi kmu nya malah sakit "  aku menjawab sambil tertunduk yang di susul dengan tangisan.

Bagaimana aku tidak sedih, hal yang aku rencanakan malah gagal.

" Liat kamu kesini aja aku udah seneng "  ucapnya dengan mata yang terus menatapku yang masih berlinang air mata.

Hampir lima belas menit aku menemani dia. Dan orang tua ku mengajakku pulang, tapi setelah itu ibuku memberi sebuah pilihan.

" Mau ikut pulang atau tetep disini?"  Tanya ibuku yang tak langsung aku berikan jawaban.

Kini aku dalam keadaan dilema.

" Kalo nginep disini, aku gak kuat begadang, kalo aku pulang rasanya aku gak tega "  aku terus bergumam dalam hati.

" Jadi gimana, ini udah sore ?" 

Pertanyaan ibuku sontak membuatku kaget dan membuyarkan rasa bingungku.

" Aku di sini aja, biar nanti malem ayah Rian bisa istirahat. "

Sebenarnya aku lebih memilih menginap di rumah sakit karena aku masih benar-benar belum puas melihat dia. 

Setelah orang tuaku pulang, ayah Rian pamit membeli makanan karena dia belum sempat makan dari siang. 

" Bapak beliin kamu juga makanan yah,kamu mau apa ?"  

Aku hanya menjawab tidak usah karena aku sudah makan. Padahal nafsu makan ku hilang setelah tahu kondisi dia.

Hari sudah malam, ku lihat ayah Rian terlihat mengantuk. Matanya memang melihat ke arah televisi, tapi terlihat sangat jelas jika beliau sudah tidak bisa menahan rasa kantuknya.

Aku pun menyarankan beliau istirahat, tapi sempat menolak karena tidak tega kalau aku harus berjaga sendirian.

Setelah aku yakinkan, akhirnya beliau tertidur. Mataku juga mulai ikut mengantuk, tapi aku tidak bisa tidur.

Aku nyaris ketiduran, tapi ada seseorang menepuk pelan lenganku. Rupanya itu Rian, dia ingin meminta ku untuk mengambilkan kresek. Ternyata dia tidak bisa menahan rasa mual nya, padahal baru setengah jam dia makan dan itupun hanya sedikit.

Paksaan dan tangisanku tak membuat dia makan menjadi lahap. Itu membuat aku semakin takut kehilangan dirinya.

 Karena rasa takut dan kurang tidur akhirnya aku pun ikut sakit sesaat setelah menginap di rumah sakit.

Hampir satu bulan dia di rumah sakit, akhirnya aku mendapat kabar baik dan juga kabar buruk. Dia sudah sembuh  meskipun harus berobat jalan selama enam bulan. Dan kabar buruk nya dia sudah di keluarkan dari tempat dia bekerja karena saat dia di rawat, hanya memberi kabar dua kali saja. Setelah itu dinyatakan keluar.

Setiap bulan aku selalu setia menemani dia mengunjungi rumah sakit sampai akhirnya dinyatakan sembuh total.

2 februari 2016, hari penentuan dimana aku dan dia akan berpisah atau tidak.

" Kamu bener ikhlas kalau aku tinggal ke Batam?"  Tanyanya dengan nada setengah tidak tega.

Kami masih terduduk di bangku taman rumah sakit, karena pada saat itu hari terakhir dia berobat jalan. Dan aku masih belum bisa memberikan jawaban yang tepat meskipun sebelum kami bertemu, aku sudah memberikan jawaban.

" Batam ke Bandung cukup jauh loh "  jelasnya dan aku hanya diam tertunduk karena merasa benar- benar bingung.

Pada saat itu aku tidak bisa mengambil keputusan. Dalam pikiranku hanya takut kehilangan. Tidak ada yang sanggup untuk terpisah dengan seseorang yang kita sayang, terlebih sudah menciptakan beribu kenangan.

Takut dia berpaling di luar sana? Iyah, hal itu yang semakin memberatkanku, terlebih dia pernah berkhianat. Bukan tidak bisa saling percaya, terkadang kepercayaan mudah sekali di hancurkan. 

Bagiku sebuah hubungan jarak jauh itu ibarat rumah. Seberapa kokoh nya suatu hubungan, seberapa besar kepercayaan satu sama lain, jika salah satu tiang pondasi nya tidak berdiri kuat. Maka hancurlah hubungan kita. 

Aku takut salah satu hati kita tidak memiliki pendirian yang kuat untuk menjalani hubungan tanpa saling bertemu. Dan akhirnya lebih memilih cinta yang baru.


* Bersambung*














Wednesday, January 19, 2022

Perjuanganku Dan Kamu Bertemu Pak Penghulu Part 2

 





Kalau dia menghubungiku nanti, aku harus jujur padanya. Ini tidak bisa aku lanjutkan ".

Gumamku dalam hati seraya berjalan ke arah rumahku yang tak jauh dari rumah tetanggaku. 

Bagiku  rumah itu jadi salah satu saksi awal takdir kami dipersatukan.

Sesampainya di rumah, Ibuku menanyakan dimana seseorang yang telah aku temui tadi dan bertanya kenapa aku tidak mengajaknya masuk.

Aku hanya bisa menjelaskan pada ibuku kalau aku sudah menyuruhnya pulang,setelah dia mengeluhkan rasa kantuknya. 

Setelah menjawab beberapa pertanyaan dari ibuku, aku pun beranjak ke lantai atas menuju kamarku dan langsung menghempaskan tubuhku di atas tempat tidur, hingga aku lupa untuk menaruh tasku.

Sambil berbaring, aku terus berpikir bagaimana cara mengungkapkan bahwa aku tidak bisa lagi melanjutkan hubungan yang lebih dari pertemanan.

Kuambil ponsel, lalu menyandarkan bahuku pada tumpukan bantal yang berada tepat di belakangku. Dan jariku mulai mencari nomor seseorang yang akan aku hubungi.

" Kalo udah nyampe, hubungi aku " ,  isi pesan yang aku kirim untuk Rian.

Sambil menunggu balasan pesan yang aku kirim, aku putuskan untuk mandi lalu berganti pakaian.

Satu jam sudah berlalu, aku masih menunggu pesan balasan dari Rian sambil bersantai di tempat tidur.

" Tringgg ",  aku langsung mengambil ponsel yang aku letakkan di sampingku. 

" Aku udah nyampe ",    rupanya itu pesan balasan dari Rian.

Dengan rasa cemas dan bingung karena tidak tahu harus berkata apa, akhirnya aku memberanikan diri untuk berkata jujur tanpa basa-basi.

" Maaf bukan maksud mau bikin kamu sakit hati, tapi aku mau kita temenan aja ".

Pesan pun langsung aku kirimkan. Dengan perasaan yang tidak karuan, aku masih memandangi ponselku dengan harapan dia segera membalasnya.

Beberapa menit kemudian ponselku kembali berdering. Dengan sigap aku membaca pesan balasan darinya. Setelah aku membaca nya, aku cukup tercengang setelah membaca pesan balasan yang dia kirim.

" Iyah gak apa-apa ".

Hanya itu jawaban yang dia kirim. Tanpa ada sepatah kata pun pertanyaan yang muncul darinya. Aku pikir dia akan bertanya apa alasanku sampai mengirim pesan seperti itu untuknya.

Karena dia hanya menjawab itu saja, akhirnya aku berinisiatif untuk bertanya apakah dia merasa sakit hati karena permintaanku.

Jawaban yang dia berikan lagi-lagi membuat aku bertanya-tanya.

" Apa sebelumnya dia gak bener-bener anggap aku lebih dari sekedar temannya?"  

Pertanyaan itu yang tiba-tiba muncul dari pikiranku,setelah aku mendengar jawaban darinya yang menjelaskan bahwa dia tidak sedikit pun merasa sakit hati ataupun kecewa.

" Maaf aku mau kita temenan aja, soalnya aku masih belum bisa lupain masa laluku !"  

Aku mencoba menjelaskan semua nya karena dia masih tidak bertanya kenapa aku bisa setega itu.

" Jadi selama sebulan aku cuma dijadiin pelarian dong? Haha gak apa-apa ko ". 

Membaca balasan pesannya membuat aku jadi merasa bersalah.

" Sekali lagi maaf, jadi kita tetep temenan kan?"

Itu pesan terakhir yang aku kirim untuknya,dan dia pun mengiyakan permintaanku.

Setelah hari itu, aku merasakan ada hal yang aneh. Hari-hariku mendadak seperti sepi, padahal suasana dirumahku selalu ramai.

Aku mulai sering mengecek ponselku, tapi tidak ada satu pesan dari siapapun. Biasanya setiap jam dua belas selalu ada pesan masuk, iyah pesan dari Rian. Dia selalu menghubungiku di sela-sela jam istirahat kerjanya.

Tapi kali ini berubah, tidak ada satu pesan pun darinya. Tanpa disadari aku seperti merasa kehilangan dia.

Seminggu telah berlalu, aku semakin merindukan dia. Perhatian yang selalu dia berikan meski hanya sekedar lewat pesan singkat, kini tak ada lagi.

Sudah beberapa hari ini aku terbaring lemah karena penyakit asam lambungku kembali kumat. Makanan enak pun tidak terasa lezat di lidahku. Aku mulai mengeluhkan rasa bosanku karena hanya bisa berbaring di tempat tidur.

" Tringgg ", ponselku berbunyi, aku pikir itu hanya pesan dari operator, tapi ternyataaa...

" Kamu lagi sakit ?"  Isi pesan yang baru saja dikirim oleh seseorang.

" Dari Rian !"  Dengan girang,aku langsung membalasnya.

" Kenapa kamu tahu ?" 

Aku pun balas bertanya karena aku masih terheran dari mana dia bisa tahu kalau aku sedang sakit. 

" Ibu kamu yang ngasih tau, katanya kamu sakit gara-gara selama seminggu gak ada pesan dariku ".

Belum sempat aku membalasnya, aku langsung berlari kelantai bawah untuk mencari ibuku. 

Rupanya ibu ku tengah asik menonton siaran televisi favoritnya.

" Ibu, kapan ibu mengubungi Rian?" ,Tanyaku sambil masih memegang ponsel.

Setelah mendapatkan jawaban dari ibuku. Muncul rasa malu, bahagia, sekaligus sedikit ada rasa kesal juga. 

Rupanya diam-diam ibuku selalu memperhatikan gerak-gerikku. Tanpa bertanya, insting keibuanya bisa langsung memahami apa yang sedang terjadi pada anaknya. 

Sebelum pesan dari lelaki itu menghilang selama satu minggu, ibuku selalu memperhatikanku senyum-senyum sendiri saat sedang saling berbalas pesan dengan Rian. Tapi setelah itu aku terlihat murung di mata ibuku.

Aku pun berlari ke kamarku lagi.

" Maaf, Ibuku diem-diem ambil ponsel saat aku tidur ".   Balasku dengan perasaan yang semakin campur aduk.

" Emang bener yah sakit cuma karna itu?" 

Aku menjawab tidak, karena kalau aku jujur, entah bakalan semerah apa wajahku yang saat ini pun sudah seperti kepiting rebus.

" Masa sihh, hayo ngaku aja?"  Goda nya yang membuat aku semakin malu.

Setelah kejadian yang memalukan karena ulah usil ibuku. Akhirnya kami mulai sering berkomunikasi lagi, tapi hanya sebagai teman,tidak lebih.

Satu bulan telah berlalu,kami kembali semakin dekat. Rasa nyaman diantara kami mulai tumbuh kembali. 

Seperti yang sudah-sudah. Tanpa ada ungkapan rasa "aku sayang kamu, mau gak jadi pacar aku lagi",  kami akhirnya kembali menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman.

Sejenak aku berpikir, ini aneh. Awal dia datang di kehidupanku, aku tengah merasakan sakit, dan untuk kedua kalinya, disaat aku sakit, dia datang kembali. Lagi- lagi tanpa aku sadari, rasa sakit pun seperti menghilang hanya karena aku mendapatkan pesan singkat darinya.

Satu tahun berlalu, kali ini aku mulai benar-benar tulus menjalani hubungan dengannya. Kami pun mulai sering bertemu. Dia juga begitu sangat memperhatikanku. 

Sore hari saat sedang hujan,tepat di hari ulang tahunku, diam-diam dia memberikan kejutan untukku dengan membawa kue yang dia beli bersama adik perempuanku.

Rupanya ibu dan adikku terlibat dalam rencana kejutan yang dia buat untukku. Padahal dua hari sebelum ulang tahunku, dia membelikan aku sebuah boneka beruang. Lucu memang, di ulang tahun yang ke 19 aku masih mendapatkan sebuah boneka.

Hal kecil itu membuat aku terkesan. Bagaimana tidak, pada hari itu dia baru saja pulang dari tempat kerjanya, tapi masih menyempatkan memberi kejutan untukku.

Semakin lama kita menjalani hubungan, perhatian itu semakin dia tunjukkan. Saat dia mengetahui aku sedang sakit, perhatian yang dia tunjukkan bukan hanya lewat pesan, tapi juga lewat tindakkan.

" Aku lagi sakit, maag ku kambuh ",  keluhku.

" Aku pulang jam 8 malem, nanti pas aku kerumah kamu, kamu harus udah siap. Kita ke dokter ". 

Mataku terbelalak melihat isi pesan yang dia kirim. Aku hanya berniat memberitahu kalau aku sedang kurang sehat, tapi respon dia sungguh diluar dugaan.

*Bersambung*


Tunggu cerita selanjutnya, dan terimakasih sudah membaca 🤗













Monday, January 17, 2022

Perjuanganku Dan Kamu Bertemu Pak Penghulu Part 1







 Hai semua ! Inem nongol lagi nih 🤭. Kali ini inem mau berbagi kisah yang menceritakan lika liku untuk menjemput Bapak Penghulu. Kalo ketemu doang sih gampang, tapi kalo bertemu Pak penghulu buat dapetin dua buku yang tertera fotoku dan fotomu beuhhhh susah bener. Inem mulai sekarang aja ceritanya, takutnya Inem keburu lupa apa yang mau Inem tulis,soalnya Inem kalo nulis mirip tukang tahu bulat, sukanya di bikin dadakan 🤭

Selamat membaca...


Ini kisahku dengan dia yang tak pernah kuduga. Aku dan dia dipertemukan Tuhan dengan cara yang unik dan dipersatukan dengan cara yang terbilang sulit. 

Saat itu aku sedang dalam keadaan yang kurang sehat, mau nya hanya berbaring di tempat tidur. Sampai mengambil makan harus Ibuku yang ambilkan. 

* Trinkkk *  nada pesan masuk itu terdengar olehku yang tengah berbaring. 

Dengan tangan yang lemas karena hanya sedikit makanan yang masuk ke dalam perutku, aku bersusah payah mengambil ponsel karena takut itu pesan penting.

" Hai !! "  isi pesan yang tertera di layar ponsel yang entah dari siapa karena nomor pengirim tidak terdaftar di kontakku.

Saat aku membalas dan mencoba bertanya dia siapa, dia malah menyuruhku untuk menebak siapa dirinya.

" Aneh !"  Gerutuku dalam hati.

Dengan pembahasan yang panjang lebar, akhirnya dia memberitahu siapa dirinya.

" Rian, kamu Siera kan? ",   balasnya setelah aku memaksa dia untuk segera memberitahuku siapa nama nya, sekaligus memastikan kalau aku perempuan yang dia maksud atau bukan.

Aku pun langsung teringat dengan laki-laki yang pernah satu kelas denganku saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Tapi pada saat itu kami tidak begitu akrab, hanya sesekali menyapa.

" Iyah, kamu Rian yang pernah satu kelas sama aku kan?"   Kini giliranku yang memberikan pertanyaan, dan dia pun mengiyakan pertanyaan dariku.

Setelah kami saling balas pesan, akhirnya aku tau darimana dia mendapatkan nomorku dan apa tujuannya. 

Rupanya dia diam-diam menyimpan nomorku dari grup acara reuni sekolah. Dan tujuan dia menghubungiku katanya hanya iseng.

Aku pun baru teringat kalau aku juga tergabung dalam grup itu dan salah satu temanku membuat grup dan dengan iseng nya Rian tiba-tiba menghubungiku.

Entah berapa jam kami saling membalas pesan, hingga aku lupa kalau sebelumnya aku sedang sakit, tapi tanpa disadari, aku seperti merasa baik-baik saja. Tidak mengeluhkan rasa pusing sedikitpun. 

Selama tiga bulan ini kami masih berlanjut saling membalas pesan, kami mulai menjalin pertemanan yang begitu dekat, tidak seperti saat masih sekolah, berbincang panjang lebar pun tidak pernah.

Hari-hariku penuh warna setelah mengenal dia, tapi kami belum pernah bertemu lagi setelah tiga tahun lulus dari sekolah.

Saat ini kami hanya sebatas teman, tapi perhatian lewat pesan yang dia berikan seolah lebih dari sekedar teman.

" Jangan telat makan yah !"   

Pesan itu sering dia ingatkan padaku. Lama-lama kami saling merasa nyaman satu sama lain. 

" Mau gak kamu jadi pacarku?"  Pertanyaan itu yang biasanya di utarakan saat meminta seseorang menjadi kekasihnya.

Tapi hal itu tidak terjadi pada kami berdua.  Tanpa banyak kata, akhirnya kami pun mencoba menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman sebelum kami memutuskan untuk bertemu.

Sampai ketika dimana dia meminta untuk saling bertemu. Dan aku pun setuju.

Dengan rasa gugup dan detak jantung yang tidak menentu, aku menunggu dia di dekat mini market, kami sengaja memutuskan untuk bertemu di sana bukan karena aku tidak jujur kepada Ibuku, tapi karena dia tidak tahu letak rumahku.

Saat aku sedang bermain ponsel, laki-laki yang masih menggunakan kemeja kerja berhenti dengan motor nya tepat di hadapanku. Dia sengaja langsung menemuiku setelah jam kerja berakhir. Dan pada saat itu dia kebagian shift malam, jadi baru pulang esok harinya. Karena jarak rumahku lebih dekat dengan tempat dia bekerja, dia memutuskan untuk menemuiku terlebih dulu karena jarak rumahnya sekitar satu jam dari tempat dia bekerja.

Kami pun mengulang perkenalan lagi karena ini kali pertamanya kami bertemu lagi meskipun setiap hari kami saling berbalas pesan.

Dia tampak berbeda, sangat jauh ketika kami masih satu sekolah. Tampak jauh lebih tinggi dan masih dengan hidungnya yang mancung. 

Diawali dengan menanyakan kabar satu sama lain. Setiap hari berkomunikasi lewat pesan singkat, rupanya tak menghilangkan rasa canggungku saat berhadapan langsung dengan dia. 

Aku yakin dia merasakan dinginnya telapak tanganku saat tadi berjabat tangan dengannya.

" Yuk naik !"   Kepalanya memberi isyarat agar aku segera duduk di motor yang sedang dia tumpangi.

Masih dengan perasaan yang tidak karuan, aku menggangguk dan dengan segera aku duduk tepat dibelakangnya. Rupanya dia hendak membawaku jalan-jalan. Selama di perjalanan pun dia yang lebih banyak bertanya, dan aku hanya menjawab. Sedangkan saat berbalas pesan, akulah yang lebih sering megeluarkan seribu ocehan.

Kami hanya beberapa jam mencari angin dan duduk-duduk di Taman, setelah itu dia mengantarku pulang. Tidak seharian kami bertemu karena aku pun tidak tega kalau membiarkan anak orang tidak tidur hanya karena bertemu denganku.

Aku meminta dia megantarku sampai di depan gerbang rumah tetanggaku. Pada saat itu, aku tidak membiarkan dia masuk ke rumahku. Aku pun belum siap untuk memperkenalkan dia pada Ibuku. 

Pada saat itu pun aku sama sekali tidak memberikan nya air minum, sampai-sampai dia membeli minuman sendiri. Setiap kali ingat kejadian itu, aku selalu merasa bersalah, membiarkan laki-laki yang kini sudah jadi suamiku kehausan. Karena pada saat itu aku hanya berpikir kalau aku pulang dulu ke rumah, Ibuku pasti memintakaku untuk mengenalkan dirinya.

Aku bersikap seperti itu bukan tanpa sebab. Setelah bertemu dengannya hati dan pikiranku tiba-tiba membandingkan dia dengan masa laluku, yang akhirnya aku merasa dia tidak tepat untukku. Tapi hal itu tidak aku utarakan langsung padanya.

Setelah dia menghabiskan minumannya, sedangkan minumanku masih utuh di genggaman tanganku, akhirnya dia pamit pulang karena dia mulai mengeluhkan rasa kantuknya. Aku pun tidak tega jadinya.

" Hati-hati!"  jawabku sesaat setelah dia berpamitan dan mulai melajukan motornya.

" Kalau dia menghubungiku nanti, aku harus jujur padanya. Ini tidak bisa aku lanjutkan ".

Gumamku dalam hati seraya berjalan kearah rumahku yang tak jauh dari rumah tetanggaku. Bagiku  rumah itu jadi salah satu saksi awal takdir kami dipersatukan.


*BERSAMBUNG*

Penasaaran kan bagaimana kelanjutan kisah Rian dan Siera ??  Tunggu cerita Inem selanjutnya yahh 😊 












Senandung Pilu Putih Abu Abu Part 2








Kurang lebih lima belas menit jarak dari rumahku ke sekolah, itupun kalau arus lalu lintas sedang lancar.

" Stop Bang !"  pinta seorang Ibu yang duduk di samping sopir.

Suara ibu itu sontak membuyarkan lamunanku. Aku lihat kearah depan, ternyata ibu itu berhenti di dekat toko klontong yang tidak jauh dari sekolahku.

Aku pikir lebih baik turun berbarengan dengan ibu itu saja, toh hanya tinggal beberapa langkah lagi menuju gerbang sekolah.

" Ini Bang !"   Aku menyodorkan selembar kertas yang tertera gambar pahlawan dari dalam saku bajuku.

" Ini kembalian nya Neng "  aku mengambil nya lalu ku masukkan ke kantung kecil yang menempel di bajuku.

" Makasih Bang !" 

 Sekolah sudah sangat dekat, dan langkahku terasa  berat. Tapi aku bisa apa, tidak mungkin aku bolos sekolah.

" Ayo kamu pasti bisa, kamu pemberani ."

 Ucapku dalam hati hanya untuk memberi semangat pada diri sendiri, yang sejujurnya aku mulai takut untuk melanjutkan langkahku.

 Detak jantungku berdegup begitu kencang, tubuhku seolah tak bertulang, aku tak mampu berjalan dengan benar. Hingga akhirnya kakiku tanpa sengaja tersandung batu.

Tapi sepertinya ada Malaikat yang tak terlihat yang telah menolongku, hingga aku tidak sampai tersungkur ke tanah.

**†**†**

* SMA PURNA BAKTI *  itu lah yang tepampang di plang atas gerbang sekolahku. 

" Pagi Neng !"   Sapa pria bertubuh jangkung tapi tidak begitu gemuk. 

" Pagi juga Pak Mul !"  

Aku membalas sapaan Pak Mulyadi, beliau adalah satpam di sekolahku yang bertugas membuka dan menutup gerbang sekolah, terkadang Pak Mul juga bertugas menghukum murid-murid yang terlambat datang. 

Pak Mul selalu menyapa murid-murid yang dia temui di pintu gerbang sekolah, bahkan guru-gurupun tak luput dari sapaan nya.

" Pagi Bu !"    Sapanya pada salah satu guru dari kelas lain dan di balas oleh senyuman.

Lapangan yang biasa di pakai tempat untuk berolahraga sudah cukup ramai. Beberapa pasang bola mata tengah menyaksikan kakak kelas yang sedang bermain voly. Aku terus berjalan, melewati sisi lapangan untuk menuju ruang kelasku.

* Duggg..*

" Awww !!"  

Aku meringis kesakitan, lenganku seperti di pukul menggunakan rotan. Ada rasa pedih, pegal efek terkena lemparan bola voly yang cukup keras.

" Maaf yah, kakak gak sengaja ."   Ucap lelaki yang baru saja menghampiriku untuk mengambil bolanya kembali.

" Gak apa-apa kok kak "    jawabku dengan menunjukan senyum manis, meskipun sebenarnya aku ingin secepatnya berlari ke toilet lalu menangis.

Aku melihat beberapa teman perempuan yang satu kelas denganku melihat kejadian yang baru saja menimpaku.

Tapi mereka seolah tak mengenalku. Jangankan menghampiriku untuk bertanya apa aku baik-baik saja, menyapaku saja tidak.

" Awal hari yang buruk, entah apa lagi yang harus ku hadapi hari ini "  gerutuku dalam hati.

Aku menepuk pelan lengan bajuku karena ada noda dari bola yang tiba2 mendarat di lenganku, saat aku setengah melamun saat berjalan.

Meskipun cedera yang aku alami masih terasa begitu sakit, tapi aku harus tetap melanjutkan langkahku melewati beberapa ruang kelas dan harus menaiki anak tangga karena ruang kelasku ada di lantai dua.

" Tuhan, ku mohon bantu aku untuk menghadapi setiap tantangan yang siap menghampiriku hari ini !"   Doa ku dalam hati.

Kini aku berdiri tepat di pintu ruang kelasku. Kaki kanan ku mulai melangkah masuk ke ruang kelas.

Beberapa anak laki-laki terlihat ada yang tengah duduk di meja, ada yang tengah main kejar-kejaran, dan sebagian anak perempuan tengah asik bersenda gurau.

Suasana ruang kelas begitu ramai, tapi terasa sangat sunyi untukku. Seperti hanya ada aku saja yang hanya di temani papan tulis serta bangku yang berjejer tersusun rapi.

Aku berjalan melewati setiap bangku yang sebagian besar sudah ada yang menempati. 

Aku mencoba memberikan senyuman pada beberapa teman perempuanku saat aku melewati bangku mereka. Tapi senyum yang aku berikan hanya dapat balasan tatapan sinis.

" Aku tau mana mungkin mereka mau tersenyum padaku "   umpatku dalam hati.

Aku segera duduk serta meletakkan tas ku dan kujadikan senderan di kursi paling belakang, tepat di barisan meja guru.

Sekilas aku mengingat kejadian tak mengenakan yang pernah terjadi padaku, sampai akhirnya aku harus pindah tempat duduk.

Yang awalnya di barisan kedua tepat di seberang meja guru, sekarang harus duduk di barisan paling belakang. Perasaan sakit dan malu bercampur jadi satu.

Hari itu semua murid sangat serius mendengarkan guru bahasa indonesia yang sedang menjelaskan materi pembelajaran di depan kelas.

" Teks ekposisi adalah teks yang berisi gagasan atau pendapat yang bertujuan supaya orang lain memahami gagasan atau pendapat tersebut ."

" Karena teks eksposisi bersifat gagasan, maka isinya berisi sudut pandang tertentu yang sifatnya subjektif atau mungkin terjadi perbedaan pendapat "   terangnya lagi sembari sesekali menatap wajah murid nya satu persatu.

" Apa masih ada yang kurang paham mengenai penjelasan yang sudah ibu terangkan tadi ?"   Tanya nya pada semua murid.

*Krikkk..krikkk..*

Suasana kelas semakin hening karena tidak ada satu pun suara yang terdengar dari mulut semua murid.

" Oke, Ibu anggap kalian sudah paham semua "  ujarnya lagi.

Sudah menjadi kebiasaan saat guru bertanya apakah ada yang masih belum paham tentang materi yang di berikan, tapi hanya di jawab dengan saling melirik teman sebangku mereka.

" Sebentar lagi ibu ada rapat, nanti kalian catat apa yang salah satu teman kalian tulis di papan tulis ."   Ucapnya.

" Rini, kamu tolong tulis semua materi yang udah ibu rangkum yah !"   Ucapnya yang kini sedang menatap ke arah bangku Rini yang di balas dengan anggukan temanku itu.

" Ya sudah, Ibu ke ruang rapat dulu, kalian jangan ribut !"

" Rini, catatan nya sudah ibu siapkan, nanti kamu ambil di meja ibu "  ucapnya seraya melangkah keluar kelas.

Rini melakukan apa yang di pesankan Bu Sinta, dan mulai mencatat materi yang di berikan di papan berwarna putih.

Semua murid terlihat sedang mempersiapkan alat tulis mereka agar bisa menuangkan semua materi di buku masing-masing.

Aku pun mulai mengikuti apa yang di tulis Rini. Selang beberapa menit, terdengar suara teriakan perempuan di belakangku.

" Aduhh gak keliatan tau gak !"  Teriaknya. 

Mendengar itu aku tetap fokus menulis, toh aku tidak mau tahu alasan Dina berteriak.

" Iyah nih, udah celingak-celinguk sampe berdiri tetep gak keliatan juga ."  Teriak Wida teman sebangkunya.

" Awas dong pohon beringin, aku mau nulis jadi susah nih !"   Teriak Dina lagi yang di sambut dengan seruan kawan-kawan geng centilnya.

Dina, Wida, Devi, dan Tina adalah empat serangkai yang sepertinya sulit untuk dipisahkan.

Kemana-mana mereka selalu berempat. Dina bak ratu bagi Wida, Devi, dan Tina. Dan mereka bertiga mungkin seperti dayang-dayang bagi Dina.

Dikelas ku terdiri dari dua belas murid perempuan dan delapan belas murid laki-laki.

Meskipun ada banyak teman perempuan, tapi di sebelah kursi ku hanya ada tas gendong berwarna biru milikku.

Salah satu teman perempuan yang harus nya bisa duduk di sebelahku,dia enggan untuk mengisi kursi kosong yang berada di sampingku. Dan dia lebih memilih duduk bersebelahan dengan teman laki-laki.

" Woyyy, Pohon beringin awas dong !!!"  Dengan serentak anggota geng itu berteriak, dan di susul dengan seseorang yang memukul pelan pundakku. Dengan segera aku menoleh.

" Dari tadi kita manggil kamu, cape tau udah teriak-teriak "   bentaknya.

Dina dan Wida duduk tepat di belakang kursi ku. Sedangkan Devi dan Tina duduk di belakang mereka.

" Kapan kalian manggil ?"   Ucapku ramah.

" Budeg atau oneng sih, dari tadi kita teriak-teriak ada pohon beringin yang ngalangin tulisan di papan tulis "  bentaknya dengan nada menghina.

" Tapi aku gak duduk sama pohon beringin "   terangku masih dengan nada lembut.

" Itu rambut kamu, bikin kita susah nulis "  hina nya lagi.

" Bisa gak sih duduk nya pindah, noh masih ada bangku kosong "   lirikannya mengarah ke kursi di pojokkan.

Tanpa banyak kata aku pun membereskan alat tulis dan ransel untuk aku pindahkan ke kursi belakang.

Hampir semua murid menatapku, ada beberapa yang seperti setengah menertawakan ku.

Tak ada satu orang pun yang mencoba agar aku tak memasukkan ke dalam hati atas ucapan yang telah mereka lontarkan.

Kejadian itu cukup menggores luka, seperti luka dalam. Tak terlihat, tapi terasa sakit dan hanya aku yang tahu seperti apa rasa sakitnya.

Aku hanya bisa menahan isak tangis. Tapi tak ku perlihatkan raut wajah sedihku pada mereka.

Cukup aku pendam saja apa yang saat ini aku rasakan.

  





Sunday, January 16, 2022

Wattpad

 





.


 Cerita ku bisa di baca juga di aplikasi wattpad. Yang mau mampir boleh..boleh...boleh ☺️🤗

Saturday, January 15, 2022

Cucu Untuk Mereka Part 1




Tulisan kali ini masih berlanjut dari pertanyaan " kapan nikah " , memang tak bisa lepas dari semua teror pertanyaan yang mungkin terasa sepele saat di lontarkan.

Setelah menikah aku bisa terbebas dari pertanyaan " kapan nikah ".  Tapi itu  tidak  berlangsung lama. Terlebih setiap kali  bertemu orang, sekarang aku malah merasa seperti artis papan tulis , " ehh salah maksudku artis papan atas ".  

Usia pernikahanku baru menginjak tiga bulan. Dan suami pun tidak tergesa-gesa untuk segera memiliki keturunan.

Menurutnya biarkan kita nikmati saja masa-masa awal pernikahan. Aku pun setuju dengan pendapatnya itu. Tapi aku mulai terpengaruh dengan ucapan seseorang yang membuat aku akhirnya mulai berfikir kembali tentang komitmen yang sebelumnya kami pegang.

" Mas aku ke warung dulu yah ! " 

Karena tak mendengar jawaban dari suamiku, akhirnya aku kembali ke kamar dan melihat suamiku yang masih tertidur lelap.

" Oh iyah, sekarang hari Minggu, dia pasti bangun agak siangan "   gerutuku dalam hati.

Aku bergegas untuk membeli sayuran untuk ku masak hari ini. 

" Ehh ini Mirna menantu nya Bu Surti yang  tiga bulan lalu nikah yah !"  Sapa seorang ibu yang tak sengaja berpapasan denganku di jalan.

" Iyah bu "  jawabku seraya melemparkan senyuman manis.

" Ibu mau kemana ?" Tanya ku sambil sedikit memperhatikan penampilan nya yang teramat rapi bak akan menghadiri hajatan.

" Biasa, mau belanja sayuran ke warung Bi Inah "  jawabnya sambil setengah menepuk pundakku.

" Kirain pagi-pagi mau ke pesta, cuma beli sayur aja rapi banget, emas pun banyak melekat di tubuhnya. Gimana kalo pergi kondangan, mungkin satu toko plus etalase nya di pake semua.... Astagfirulloh gak boleh nyinyir "  gumamku dalam hati.

" Ya udah yuk ngobrol nya kita sambil jalan aja, kamu juga pasti mau belanja kan? "

Aku mengiyakan pertanyaan ibu tadi, dan kebetulan kami akan berbelanja di tempat yang sama.

" Gimana udah isi belum?"  Seperti biasa beliau bertanya sambil menepuk pundak. Ibu-ibu mah selalu begitu, untung saja aku tidak tersungkur.

" Alhamdulillah udah isi nasi anget satu piring sama kerupuk di remukin pake kecap dan gak lupa minum nya teh botol sosro ". 

Ingin rasanya aku jawab begitu, tapi tak mungkin perkataan seperti itu aku lontarkan, terlebih yang memberi pertanyaannya lebih tua dariku.

" Belum Bu, saya sama suami gak buru-buru kok ".  

" Jangan di tunda-tunda, ibu mertua kamu juga pasti udah pengen nimang cucu tuh "  kembali tepukan itu mendarat di pundakku.

Jarak dari rumah ke warung biasanya hanya beberepa menit. Sekarang tiba-tiba seperti jalan di tempat. 

Sudah bejalan sejak tadi, dan akhirnya baru mendarat di tempat tujuan. Dan terlihat para emak sedang asik memilah sayuran. Dan seorang ibu menatap ke arah kami.

" Wahh kalung Bu Titi baru lagi nih !"   Tanya seorang ibu yang tengah memegang seikat bayam.

Para ibu lainnya juga ikut memuji kalung yang Bu Titi pakai.

" Iyah ini hadiah dari suami saya "   jawabnya seraya memutar-mutar liontin yang menggantung di leher nya.

" Ehh Mirna, mau belanja yah ?"  Tanya salah seorang ibu yang sudah tak asing bagiku karna sesekali bertemu saat di warung.

" Iyah bu "  tak lupa ku lemparkan senyum manis andalanku.

" Gimana udah isi belum?"

Ya Tuhann pertanyaan ini lagi. Aku mulai lelah menjawab pertanyaan mereka. 

" Belum Bu ".

" Suami nya coba banyakin makan toge, kamu nya minum jamu, ponakan ibu juga yang bulan lalu nikah udah hamil".  Timpal salah seorang ibu yang sedikit asing untukku.

Tanpa mereka sadari, aku mulai tersinggung dengan perkataan mereka. Seharusnya tak usah membandingkan dengan keponakan mereka. Lagi pula setiap orang rizki nya berbeda. Ada yang cepat dapat anak dan ada yang sulit.

" Iyah Bu, nanti saya coba " jawabku yang sangat bertolak belakang dengan apa yang aku ucapkan dalam hati.

Aku sudah membeli seikat kangkung dan setengah kilo ayam. Cukup itu saja yang aku beli karena bumbu dan bahan lain masih lengkap di kulkas.

" Saya pamit duluan yah Bu !"

Para ibu mengiyakan dengan serentak.

Saat menuju rumah aku berjalan pontang panting, hingga sebelah sandal ku terlepas dari kaki ku. Sandal yang ku pakai memang sedikit licin karena terkena hujan semalam. Entah harus menangis karena teringat ucapan ibu tadi atau harus menahan tawa karna sandal sebelah kiri terlepas.

Sesampainya di rumah, suami ku terlihat sedang duduk di sofa sambil asik memainkan benda yang sedang di pegangnya.

Sudah jadi kebiasaan semua orang, bangun tidur yang pertama di cari ya ponsel nya. Begitu juga dengan suamiku yang entah sedang melihat apa dengan ponselnya itu. Dan kegiatan nya terhenti setelah melihat aku tiba di depan pintu.

" Kamu kenapa, pulang belanja kok cemberut, kaya yang gak di kasih jajan aja "   tanyanya sembari meledek.

" Lahh sekarang malah jadi nangis " dia mulai terlihat kebingungan karena melihat air mata terjun dari kedua bola mataku.

" Mending kita cepet-cepet program, jangan terlalu santai lagi "  pintaku yang masih dalam keadaan menangis. Dan dengan nada heran dia kembali bertanya.

" Kenapa tiba-tiba bilang gitu?"  

" Lagi-lagi aku di tanya udah isi apa belum,  orang tua kamu juga pasti udah pengen gendong cucu "  air mataku makin tak bisa terbendung.

" Kenapa sih malah mikirin ucapan orang lain, suami kamu sendiri aja gak banyak nuntut "  

Mungkin dia mulai kesal, sampai bicara dengan sedikit nada tinggi. Sejenak aku pun berpikir soal ucapan yang coba dia jelaskan padaku.

" Maaf " jawabku singkat dan kepala tertunduk.

Yang suami ku katakan ada benar nya. Suami sendiri saja tidak menuntuku untuk segera memiliki anak, kenapa aku harus pusing dengan perkataan mereka.

" Tapi aku gak nyaman di cecar pertanyaan itu terus, apalagi mulai di banding-bandingin sama orang lain " keluh ku dengan kepala yang masih tertunduk.

Dan kali ini Mas Rian mulai menjelaskan dengan nada lembut.

" Ujian setiap pasangan itu gak sama, ada yang gampang punya anak, ada yang punya anak tapi seret rezeki, ada yang banyak rezeki tapi harus berjuang buat dapet anak "

" Rizki kita alhamdulillah selalu lancar, mungkin ujian kita ya harus sabar nunggu di kasih keturunan, lagian kita juga sambil ikhtiar "  ucapnya seraya menyeka air mataku yang masih mengalir.

" Coba kamu liat acara tv di sebelah, cerita para istri yang di selingkuhin lagi hamil. Itu termasuk contoh ujian rumah tangga "  timpalnya lagi dengan raut wajah yang cukup serius.

Perlahan aku menatap suamiku yang tengah menceramahiku. Dan berkata...

" Kamu suka nonton sinetron gituan ?"  Tanya ku penasaran karena aku tidak pernah melihat suamiku menyaksiakan acara tentang konflik rumah tangga.

" Enak aja, gak pernah lahh "...

" Tapi waktu itu sebelum kita nikah, Mas pernah liat mamah lagi asik nonton itu,  jadi secara gak langsung mas ikut nonton sihh hehehe "   tingkah konyolnya membuat tangisanku berubah jadi tawa tebahak-bahak.

********

" Happy anniversary sayang "  kecupan hangat mendarat di keningku.

Tak terasa hari ini sudah menginjak satu tahun pernikahan kami. Seketika aku mengenang hari dimana aku dan Mas Rian duduk tepat di hadapan Pak Penghulu. Di saksikan kedua belah pihak dan puluhan pasang bola mata. 

Kami bersatu setelah mendengar para saksi mengucap kata sah. Satu kata yang selalu di nantikan setiap kaum hawa. Penantian selama enam tahun akhirnya selesai sudah.

" Semoga hubungan kita segera di lengkapi bayi mungil ya mas "   ucapku lirih.

" Aamiin, udah yah jangan nangis, biar gak sedih lagi, nanti malem kita dinner "   tangan hangatnya mengusap pipiku yang di banjiri air mata.

" Oh iyah, kamu pasti lupa. Minggu lalu mamah nyuruh kita kerumahnya kan. Kita botram selagi aku libur "  

Jarak rumah ibu mertua ku tak jauh dari tempat tinggalku. Tapi rasanya aku enggan untuk ikut acara makan bersama itu. 

" Pasti sama ibu-ibu depan rumah mamah yah "   tanyaku dengan nada sedikit malas.

" Pasti lahh, kamu kan tau sendiri sebulan sekali pasti botram sama tetangga yang lain " .

" Kenapa malah bengong ?"   Mas Rian membuyarkan lamunanku.

Aku dalam keadaan dilema. Jika aku tidak ikut bergabung, nanti dikira tak bisa menghormati mertua. Tapi jika aku ikut, apa aku bisa terus tegar.

" Mas tau apa yang ada di pikiran kamu, "   timpalnya karena aku masih diam membisu.

" Kamu tenang aja, mas pasti jadi perisai nya kamu kok "   kali ini dia membujukku dengan cara merayu.

Aku hanya menyimpulkan senyum, karena  sedang tidak ingin mengatakan satu patah kata pun. 

" Yukk otw ! nanti kalau telat malah keburu mateng semua lauk nya ".   Tangan nya meraih jari jemari ku.

Sejak beberapa bulan terakhir, satu bulan sekali  halaman rumah mertuaku selalu  ramai. Beberapa tetangga mengadakan acara makan bersama. Para wanita memasak dan para lelaki hanya berbincang sambil menunggu semua masakan siap di sajikan.

Hanya beberapa menit dari rumahku. Akhirnya kami sampai di lokasi tujuan. Belum begitu ramai, tapi sudah ada beberapa orang yang datang.

" Nahh dua sejoli udah datang !"   Seru pria yang tengah berbincang dengan bapak-bapak lainnya. Kami pun di sambut hangat.

Bapak- bapak memang berbeda jauh dari para emak. Mereka tidak pernah ingin tahu tentang kehidupan orang lain. Topik yang di bahas pun paling seputar bola, kerja bakti, mancing. Pembahasan yang tidak ada unsur ghibah.

Tapi para emak, topik yang di bahas sungguh menguras emoji. Ehmm maksud nya menguras emosi.

" Ehh Bu, ternyata anaknya Bu. A udah hamil sebelum nikah !"
" Anak nya Bu. B keluyuran terus pulang di  anter lelaki ".
" Anak Bu. C gak pernah ke mana-mana, gimana mau dapet jodoh ".

Itulah sekilas pembahasan para emak. Un faedah bukan? Bisakah topik ghibah para emak di luar sana di ganti. Pembicaraan yang berfaedah, minimal untuk diri sendiri tanpa ada rasa menyakiti.

" Eh Bu, tau gak? Kemaren sandal jepit saya putus, terus berkat ada tukang bangunan, akhirnya sandal saya berfungsi lagi. Tukang nya baik banget ngasih saya paku buat nambal penjepit nya.

" Tau gak Bu? Lipstick saya habis, terus saya korek-korek pakai jari kelingking, akhirnya saya bisa pergi kondangan ".

Sudahlah, setiap hal buruk memang sulit untuk di hilangkan.

" Kamu ke dapur aja langsung, aku disini ngobrol sama bapak-bapak "   pintanya seraya mengusap kepalaku.

Saat memasuki dapur, terlihat ibu mertuaku sedang memilah toge. Dan dua orang lainnya sedang menyiapkan wadah yang akan di pakai.

" Belum pada dateng semua mah "  tanyaku yang tanpa sengaja mengejutkan ibu mertua ku.

" ehh iyah belum, ini mamah sengaja tadi beli toge buat kamu. Biar nanti nya subur ".
Beliau menjawab dengan nada yang ramah, tapi entah kenapa hatiku rasanya sakit. 

" Iyah mah makasih, aku ke toilet dulu yah mau cuci kaki ".  

Aku berbohong pada mertuaku. Aku berlari ke toilet bukan untuk mencuci kaki ku yang tidak kotor sedikit pun. Tapi aku tak tahan ingin meluapkan sesuatu yang membuat dada ku sesak. 

Aku menangis pelan, aku malu. Ada orang lain di sana, tapi tanpa sadar mertuaku sudah membuat ku tersinggung.

Dalam hati, aku mencoba menghibur diri sendiri.

" Inget kata Mas Rian, anak juga termasuk rizki dari Tuhan. Kalo udah rizkinya pasti bakalan aku dapetin "  gumamku seraya mengusap perut dan membayangkan ada jabang bayi dalam perutku.

Aku menyeka jejak air mataku dan membasuh kedua kaki agar mertua ku tidak curiga. 

" Toge nya mamah taro di wadah plastik, nanti di makan mentah lebih bagus "  perintahnya saat melihatku keluar dari toilet.

" Harusnya di awal-awal nikah rutin makan toge, atau jamu penyubur "  ucap salah seorang tatangga yang sedang mengiris cabai.

Mendengar itu aku dan mertuaku hanya membalas dengan senyuman, dan entah apa yang sedang di pikirkan mertuaku setelah mendengar saran yang di lontarkan ibu tadi.

" Saya juga jaman muda dulu rutin minum jamu, katanya biar makin subur, tiga minggu nikah langsung hamil "   ucap wanita yang sedang mencuci beras, rupa nya dia pun ikut menyimak pembicaraan kami.

Setiap bulan aku harus berhadapan dengan situasi seperti ini. Aku mau datang ke sini atas bujukan Mas Rian yang akan menjadi perisai ku. Tapi dia tidak bisa melindungi ku agar terhindar dari topik soal anak lagi. Aku pun tidak enak jika mengganggu dia yang sedang berkumpul dengan bapak-bapak.

Saat ini aku benar-benar lelah. Tak ada satu pun diantara mereka yang tau apa yang sudah aku lakukan agar bisa memberikan cucu pada mertu dan keluargaku. Dan masalah apa yang aku hadapi hanya aku dan Mas Rian yang tahu.

Mungkin setiap orang selalu berfikir, kalau aku tidak mau berusaha ikhtiar lewat medis atau produk yang sudah mereka sarankan, hingga mereka terus saja memberikan saran, yang tanpa mereka sadari sudah membuat seseorang seperti di timpa beban yang begitu berat 😥

Apa yang mereka ucapkan, mengingatkan ku pada ucapan dokter kala itu. Diagnosa yang membuatku cukup terpuruk. 

Lelah?? " Iyah "

Apa mereka tau ? " Tidak "

Aku dan Mas Rian memang sudah sepakat untuk tidak menceritakan apa saja yang sudah kami lewati, sekalipun itu orang tua ku sendiri. Karena bagi kami, masalah rumah tangga tak perlu di ungkapkan pada semua orang. Seandainya semua masalah kami bagi, belum tentu mereka akan mengerti. 

*Bersambung*









 

Kapan Nikah







Disini pasti ada yang merasakan hal yang sama, perasaan risih dan bosan yang selalu dirasakan terutama di setiap hari raya.


Waktu yang seharusnya penuh rasa gembira, haru, karena bisa berjumpa keluarga dan sanak saudara yang sudah lama tak berjumpa, malah jadi ajang wawancara.

Bagaimana tidak? Setiap kali bertemu orang, aku seperti artis yang akan segera di wawancarai. Tapi bukan nya jadi terkenal malah menjatuhkan mental.

Hari itu gema takbir saling bersahutan membuat suasana Idul Fitri terasa semakin haru. Aku dan keluargaku baru saja tiba di rumah orang tua dari ibuku.

Setiap tahun keluarga kami selalu berkumpul di rumah kakek dan nenek ku. Saat aku masih kecil, momen ini sangat aku nantikan.
Bagaimana tidak, di hari yang agung ini banyak hal yang aku dapatkan.

Hangat nya keluarga menambah suka cita, saudara yang lama tak jumpa berkumpul semua.
Aneka kue berjajar rapi di atas meja. Opor ayam dan rendang buatan nenek yang selalu menggugah selera, dan angpao pun banyak aku terima.

Saat beranjak dewasa, ada hal yang tak lagi sama.
Seperti biasa, semua keluarga saling bersalaman dan mengucap kata maaf satu sama lain. Tak jarang juga ada tangisan saat para tetua saling bermaafan.

" Ajang wawancara kayak nya segera di mulai " gerutuku dalam hati saat kakak dari ibuku mulai menghampiri.

" Hai Rayna !"

Sapa wanita yang usia nya jauh lebih tua dariku sambil mendaratkan ciuman nya di kedua pipiku.

" Mohon maaf lahir dan bathin Bude, maaf kalo Nha ada salah ".

Ucapku sambil mencium tangan kakak dari ibuku. Dan beliau pun membalas permintaan maafku.

" Udah makin dewasa aja yah ".
" Kapan nikah? Udah ada calonnya belum ?"

Dugaanku tidak pernah melesat karena pertanyaan horor ini yang selalu aku terima setiap tahun nya.
Dalam hatiku ingin rasa nya berteriak,

" hellooooo !!! Kalo udah punya pasangan, dia udah aku gusur buat di kenalin sama keluarga ".

Tapi apa daya, beliau lebih tua dari ku, dan sepatutnya aku hormati. Dan aku hanya bisa menyimpulkan senyum manis, yaa walaupun pertanyaan yang diberikan begitu pahit.

" Gak tau Bude, mungkin belum waktu nya ketemu jodoh ".

" Aduhh kesusul dong sama Rina !"

" Rina dimana Bude? Dari tadi Nha gak liat dia ".

Aku mencoba mengalihkan pembicaraan agar durasi wawancara tak semakin panjang. Tapi niat itu malah membuatku semakin dongkol.

" Nanti dia nyusul kesini sama calon suaminya. Sekarang dia lagi ke rumah calon mertuanya dulu " jawabnya dengan penuh rasa bangga.

" Ohh gitu yah !" Jawabku singkat.

" Dua bulan lagi acara lamaran nya " timpalnya lagi.

" Semoga lancar yah Bude sampe hari H nya ".

" Kamu juga kalo udah nemu cowok gak usah pilih-pilih, biar cepet nyusul ".

Ucapan itu bagai pisau yang tajam, cukup mengiris dan membuat luka di hatiku. Inilah yang namanya sakit tapi tak berdarah

Andai mereka tahu, mendapatkan jodoh tak semudah mendapatkan tahu bulat yang kini bisa kita order di marketplace kuliner.

Belum dapat pasangan pun bukan berarti kita terlalu pemilih.

Aku tahu kalau jodoh itu di tangan Tuhan.
Dan mungkin mereka yg selalu melontarkan pertanyaan " kapan nikah", mereka berfikir kalau jodoh itu bisa kita rebut dari tangan Tuhan .

Ya kaleee jodoh di samain kaya cilok yang suka kita rebut dari tangan adik semasa kita masih kecil.

Tapi sayang nya tidak semudah itu . Bagi yang sudah punya pasangan pun, menyebar undangan tak semudah menyebar paku dijalan.

Banyak pasangan yang sudah menjalin hubungan cukup lama. Tapi mereka tak kunjung naik pelaminan dengan alasan yang berbeda.

Bukan hanya perlu modal untuk menyelenggarakan pernikahan, tapi juga modal kesiapan fisik dan juga mental.

Memang nya siapa sih yang pengen jomblo terus ?
Siapa sih yang gak pengen punya gelar " istri ".

Semua kaum wanita mengharapkan hal yang sama. Mendapatkan laki-laki yang bisa dikenalkan sebagai calon suami kepada seluruh keluarga.

Tapi semua itu kita serahkan lagi pada takdir Tuhan. Kita tidak bisa memilah dan memilih dengan siapa kita berjodoh dan kapan kita menemukan jodoh.

Seandainya kita sudah siap menikah, dan pasangan pun sudah ada, tapi Tuhan belum merestui, maka ikatan suci pun tidak akan pernah terjadi.

Dan sebaliknya, jika jodoh kita masih tersendat pada restu orang tua tapi restu dari Tuhan sudah di dapat, ikatan suci pasti akan terjadi.

Semua orang yang mengalami hal ini, pasti menginginkan agar tidak ada lagi pertanyaan seperti itu, yang malah membuat kita jadi risih, bahkan tak jarang merasa jadi tidak bersemangat bertemu keluarga di saat hari raya.

" Kapan nikah ?"

Mungkin terdengar sepele bagi orang yang mengeluarkan pertanyaan itu. Tapi ketahuilah, akibat dari pertanyaan sederhana itu bisa menimbulkan seseorang kehilangan rasa percaya diri.

Biarkan saja mereka menjalani setiap takdirnya sendiri, jika sudah waktunya mereka bertemu takdir yang Tuhan restui, undangan pun siap mereka bagi.

Dan aku yakin, jika sudah waktunya aku bertemu dengan pendamping hidup. Sejauh apapun jarak dia saat ini, Tuhan akan mendekatkan dia denganku dengan cara nya sendiri.

Jika saat ini aku masih sendiri, mungkin Tuhan sedang menyiapkan lelaki yang baik untuk menjadi pemimpin dalam rumah tanggaku kelak.

Percayalah takdir terindah pasti akan datang jika sudah waktunya ☺️

Jika di luaran sana masih ada saja yang melontarkan pertanyaan kapan nikah pada seseorang yang belum berpasangan. Sebaiknya urungkan.

Menurutku pertanyaan itu tak sepantas nya di lontarkan, dan bisa saja malah menjatuhkan mental seseorang.

Note : di tulisan yang akan datang, setelah menikah muncul pertanyaan baru. Jangan lupa mampir ke sini lagi yah ☺️



Tukang Posting Karna Doi Kurang Insting






Hayooo !! Siapa nih yang di bikin jadi mirip programmer karna ulah punya pasangan yg lemah insting hihihi. Tiap hari sista kerjaan nya kode-kode an tapi doi masih saja kurang peka. Kira-kira apa yah penyebab doi bersikap seperti itu ?? 🤔 Apa itu artinya doi gak sayang ?? 🤔

Bagi sebagian perempuan, mereka merasa bahwa pasangannya menganggap kita tidak begitu penting. Hanya karena dia jarang memposting sesuatu yang berhubungan dengan diri kita. Sampai-sampai ada beberapa diantara kita yang berusaha agar pasangan kita mengerti apa yang sedang kita inginkan. Dan sosial media atau bahkan status Whatsapp yang kita jadikan media untuk memberi isyarat dengan harapan dia akan mengetahui apa yang kita harapkan darinya. 

Misal, kita mencoba mengupload foto selfie lalu mengunggah nya dengan harapan saat dia melihatnya, foto selfie kita pun akan berada di sosial media atau di status Whatsapp nya. Tapi ternyata jurus itu tidak berhasil, lalu benak kita muncul argumen

 " mungkin aku gak penting, satu kalipun dia gak pernah upload fotoku "  atau mungkin   "mungkin dia malu upload foto ku ".

"Semua lelaki itu sama saja " , eittt kata itu tidaklah benar. Sifat dan sikap lelaki tidaklah sama, ada yang hanya manis di kata, ada yang terkesan cuek tapi diam-diam perhatian. 

Tipe lelaki yang hanya manis di kata, biasanya mereka menunjukkan rasa perhatiannya hanya lewat bibir semata tidak di barengi dengan tindakan dan pembuktian. Tapi ada juga yang malah sebaliknya. Bibir manis mereka tidak banyak berkata, tapi tindakannya terkadang tidak terduga. Saat dia mengetahui kalau kita sedang sakit, biasanya dalam diam tiba-tiba dia bertindak. Tidak hanya berucap semoga lekas sehat tapi juga membawakan kita obat.

Tapi, setiap pasangan pasti memiliki sudut pandang yang berbeda, kalau masih merasa kita muncul di postingannya adalah hal yang begitu penting, cobalah renungkan kembali.

Bagi sebagian lelaki, menuturkan  " tidak penting seberapa sering dia memposting tentang pasangannya, yang terpenting sebarapa penting kita untuk dirinya ". 

 Menurut mereka, rasa sayang bukan dilihat dari sebuah postingan, tapi dilihat dari setiap tindakan. Seberapa besar rasa sayang bukan diukur dari waktu yang di berikan, tapi seberapa sering dia ada saat dibutuhkan. Perjuangkanlah lelaki yang lebih banyak menunjukkan kasihnya dengan tindakan bukan hanya sekedar ucapan, karena lelaki dengan tipe itulah yang sebenarnya lebih kita butuhkan. 



Friday, January 14, 2022

Resep Masakan Udang Saus Pedas Manis Daun Kemangi




 Siapa sih yang gak kenal hewan yang satu ini ??!! 
Pemilik nama latin " Caridea " ini banyak digemari dikalangan masyarakat, hihihi termasuk saya.
Cara mengolahnya pun tidak sulit. Hanya di goreng di balut dengan tepung saja rasanya sudah
" emm yummy !!! Apalagi jika di olah dengan berbagai jenis masakan, beberapa diantaranya sangat sedap bila di olah dengan saus padang, kuah saus tauco atau bisa juga hanya dijadikan udang bakar. 
Baru membahasnya saja jadi lapar kan hihihi. Tapi kali ini saya mencoba mengolah udang dengan bumbu saus pedas manis daun kemangi. Penasarankan apa aja bahan yang harus disiapkan ??
Yukk langsung kita intip resepnya.






 Bahan : 

  • 500 gr udang besar
  • 1 tongkol jagung manis
  • 1 buah tomat
  • 3 buah cabai hijau besar
  • 3 cm serai
  • 3 lembar daun jeruk
  • Bawang merah secukupnya
  • Bawang putih secukupnya
  • Saus tomat 
  • Saus pedas
  • Saori saus tiram
  • Daun kemangi sesuai selera
  • Garam secukupnya
  • Merica secukupnya
  • Gula pasir secukupnya
  • Air secukupnya

Cara membuat :
  • Rebus udang jangan terlalu matang, pastikan udang sudah dicuci dan dibersihkan.
  • Iris semua bumbu seperti, bawang merah, bawang putih, tomat, cabai.
  • Potong jagung menjadi beberapa bagian.
  • Daun jeruk buang bagian tulangnya.
  • Serai di geprek.
  • Jika udang sudah direbus, tiriskan. 
  • Tumis semua bumbu yang sudah diiris hingga keluar aroma harum termasuk serai, daun kemangi dan daun jeruk, kecuali tomat.
  • Setelah itu masukan air secukupnya, kurang lebih 200 ml. Jika dirasa kurang bisa ditambah sesuai kebutuhan dan biarkan mendidih. Setelah itu masukan garam, gula, merica dan penyedap rasa sesuai selera, lalu aduk rata. Tidak lupa masukan juga jagung manis yang telah dipotong. 
  • Jika jagung manis mulai terlihat sudah hampir matang, tambahkan saori saos tiram, saus pedas manis dan saus tomat sesuai selera. Aduk rata lalu masukkan tomat, dan udang. 
  • Jangan lupa untuk mencicipi jika dirasa ada bumbu yang kurang bisa ditambah.
  • Jika dirasa tingkat kematangan udang sudah pas, bisa siap di sajikan.

Note : Bagi pecinta peda bisa ditambah cabe rawit 😋




Senandung Pilu Putih Abu Abu Part 1





Tubuhku terasa setengah membeku kala tiupan angin menyentuh kulitku. Ingin rasanya aku tarik kain berbulu lembut warna biru muda yang selalu bisa menghangatkan tubuhku. Tapi jam di samping mejaku menginginkan hal lain. 

Belum sempat aku tarik kain bergambar teddy bear yang ada di ujung tempat tidurku, suara dering nyaring pun langsung terdengar sampai ke gendang telingaku.

Yahh, aku tahu, suara dering itu aku anggap seperti seorang ibu yang bertugas untuk membangunkan buah hatinya agar segera beranjak dari tempat tidur. 

Belum sampai satu menit benda itu berbunyi, dengan mata yang masih setengah tertutup, tangan ku bergegas meraba semua benda yang terletak di meja samping tempat tidurku. Tanganku terus mencari benda yang mengeluarkan bunyi yang begitu nyaring. 

* Plukkkk *

Akhirnya tanganku mendarat pada sebuah benda berbentuk persegi panjang, ternyata itu ponselku yang selalu aku letakkan tidak jauh dari benda yang sedang aku cari. 

Karna suara nyaring itu terus berdering tapi benda itu tak kunjung aku dapatkan, akhirnya aku putuskan untuk segera membuka mata selebar mungkin meskipun dua pasang bola mata terus mengajakku untuk mlenjutkan mimpi indah yang sempat mampir ke dalam tidurku.

 Tapi hasutan kedua bola mataku kalah dengan nyaringnya suara benda yang setiap harinya selalu terdengar di telingaku. Segera aku bergegas membuka mata dan bangkit dari tidurku untuk segera menghentikan suara yang begitu nyaring. 

* Ckckkck * aku berdecak kesal.

Setelah terduduk di ranjang, tanganku segera mendarat untuk menekan tombol yang ada di belakang benda yang sedari tadi inginku dapatkan.

**†**†*

 Jarum pendek di angka lima dan jarum panjang menunjuk ke angka dua belas, yaa itu artinya sekarang waktu sudah menunjukkan pukul lima pagi.

Dan suara nyaring tadi berasal dari alarm jam yang semalam sudah aku pasang, dan itu artinya aku harus bergegas mandi. 

Dengan raut wajah yang terlihat seperti bunga layu, akhirnya aku mulai mendaratkan kakiku ke lantai yang seperti habis di pel memakai air es, terasa begitu dingin saat telapak kaki ini menyentuhnya. 

Dinginnya udara pagi ini membuat aku semakin malas untuk melangkah ke kamar mandi, ditambah lagi harus bersentuhan dengan dingin nya air yang ada di bak mandi.

Tapi sejujurnya kamar mandi lah satu-satunya yang jadi saksi bisu semua permasalahanku.

Dengan Langkah lambat seperti siput aku siap menuju kamar mandi yang hanya beberapa langkah dari kamarku.

Setibanya di depan pintu kamar mandi, aku langsung memutar benda bulat terbuat dari besi yang menempel di papan pintu, terasa begitu dingin di telapak tanganku. 

Udara pagi ini membuat gagang pintu pun ikut menjadi dingin.

* Cekrekkk..*

Setelah pintu terbuka aku bergegas masuk untuk segera membersihkan badanku meskipun aku enggan membiarkan air yang seperti es itu menyentuh kulitku. 

***†**†**

Dengan tubuh yang masih menggigil akibat bermain dengan air selama lima belas menit di kamar mandi, segera ku ambil handuk yang menggantung tak jauh dari pintu.

Tapi itu tidak cukup mengurangi rasa dingin yang kini membuat gigi atas dan bawah seakan saling beradu. 

 Handuk masih melingkar di badanku, dengan sigap aku segera mencari baju yang akan aku kenakan. 

" ini dia, atasan berwarna putih yang selalu membuat ku enggan untuk memakainya "  gumamku dalam hati.

Bagiku mengenakan baju ini serasa sesak. Bukan karena baju itu terlalu kecil untukku, tapi semua kejadian yang aku alami saat ini mulai aku rasakan semenjak aku mulai memakainya.

 " Sudahlah aku siap menerima semua hal yang menimpaku hanya demi masa depanku dan juga perjuangan orang tuaku ."

Aku segera memakai kemeja putih dan tertera sebuah nama " Senandung Rayna ." Iyah itu nama yang di berikan kedua orang tuaku.

Kemeja putih itu kini sudah melekat di badanku. Kini Tinggal rok berwana abu-abu yang siap aku kenakan. Seragam Putih abu-abu ini memang baru beberapa bulan aku kenakan, karna saat ini baru menginjak kelas sepuluh.

 Aku masuk di salah satu sekolah swasta, tapi rasanya seperti masuk sekolah Militer yang begitu banyak tantangan, seperti itu lah yang aku rasakan. 

Pakaian sudah rapi aku kenakan, wajah pun aku poles bedak yang tipis tipis saja, karena aku suka natural agar wajah manisnya tetap terlihat, tapi itu menurut Ayah dan Ibuku sih hihi. 

" Raynaaaaaa, cepat sarapan !!"  Teriak suara wanita yang sudah tidak asing di telingaku. 

" Iya Buuu, sebentar !!"

 Ibuku seperti nya sudah selesai menyiapkan sarapan pagi ini. Dengan sigap aku mengambil tas sekolah yang berada di atas meja belajar. 

**†**†**

Tiga piring nasi goreng dengan telur mata sapi lengkap dengan susu sudah tersaji di atas meja makan, tak ketinggalan juga ada segelas kopi dan juga teh. Meskipun aku sudah besar, tapi aku masih selalu di buatkan susu coklat kesukaanku.

 Aku duduk di kursi meja makan di sebalah kiri kursi yang sudah berpenghuni yang tak lain adalah Ayahku. Seperti biasa rutinitas ayahku membaca koran sambil minum kopi sebelum sarapan.

 " Ibu, sepertinya nasi goreng ini kita habiskan saja berdua, tadi Ayah bilang padaku dia tidak lapar. Baca koran saja sudah kenyang ."

 Sadar aku sedang menggodanya, Ayahku dengan cepat melipat koran dan langsung menyambar piring di hadapannya yang sudah berisi nasi goreng.

 " Satu piring saja kurang, apalagi kalau jatah Ayah kamu habiskan, bisa-bisa Ayah pingsan ."

 Ayah balik menggodaku.

" Mana mungkin Ayah pingsan, cadangan makanan di perut Ayah saja bisa muat satu bulan ."

Ledekku sambil menunjuk kearah perutnya yang sedikit buncit, yang disusul tawa Ayah dan Ibuku.

Hanya di rumah sederhana inilah aku bisa merasakan kehangatan dan keceriaan di setiap harinya.

Terlebih lagi aku sosok gadis yang periang, itu sebabnya suasana di rumahku selalu penuh canda tawa. Sejak kecil aku memang dikenal sebagai anak yang ceria, tapi sekarang tak lagi sama.

 Di mata Ayah dan Ibuku, aku memang gadis yang selalu terlihat ceria, tapi dibalik raut sumringah yang selalu aku tunjukkan, ada beban dan rasa takut yang setiap hari nya aku rasakan.

Tapi semua rasa itu sengaja aku pendam. Bukan tanpa alasan, karna aku tidak ingin membuat orang tuaku merasa cemas setelah mengetahui apa yang telah terjadi kepada putri semata wayangnya.

Semua piring di atas meja sudah bersih tak berisi, kami semua sudah selesai sarapan pagi. Kulihat benda bulat yang menempel di dinding, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 06.10 pagi.

Sejenak aku menghela napas sambil menerka-nerka kejadian apa yang akan aku lalui hari ini. Rasa takut dan sakit kini menyatu, sampai tak terasa air mata sudah bersiap meluncur dari kelopak mataku.

" Habis makan malah bengong ."

Suara Ayah membuyarkan lamunanku. Tapi untung nya Ayah tidak begitu memperhatikan wajahku.

Jadi tak perlu aku sembunyikan air mata yang sudah bersiap hendak jatuh dari kedua bola mataku. Dan Ibu tengah asik membereskan piring-piring di meja makan.

" Engga melamun kok Yah, Nha cuma lagi mikir kira-kira bulan ini naik uang jajan gak yah ?"

Aku menjawab dengan candaan nakal yang biasa aku tunjukkan agar orang tuaku tak menaruh curiga jika anaknya ini menyimpan sejuta kesedihan.

" Dasar kamu ini, gak pernah sekali aja jawab yang bener ."   Tawa kecil Ayah membuat Ibuku terheran.

" Ada apa ini, bergosip tapi berduaa aja ."

Ibu mulai penasaran dengan apa yang sedang kami bicarakan. Belum sempat aku menjawab, Ibu mengingatkan sudah waktunya aku berangkat sekolah.

" Nha, ini udah jam berapa ? Nanti kamu telat loh ."

Benar saja jam sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi. Aku biasa berangkat lebih awal karena harus naik kendaraan umum, karena sekolahku dengan tempat kerja Ayah berbeda arah. 

Karena itu aku jadi tidak bisa meminta Ayah untuk mengantarku dulu ke sekolah. Setelah bergegas memakai sepatu, tak lupa aku berpamitan pada Ayah dan Ibuku.

" Rayna berangkat sekolah dulu yah !" sambil ku cium tangan Ayah dah Ibu secara bergantian.

" Hati-hati nha !"   jawab mereka dengan kompak.

Aku melangkah dan perlahan meninggalkan rumahku. Tak sampai 5 menit, aku tiba di tempat dimana biasa angkutan umum menunggu para penumpangnya.

Aku bergegas menaiki kendaraan itu dan terlihat mulai di penuhi penumpang. Belum dua menit aku duduk, pak supir mulai tancap gas karena bangku-bangku sudah terisi penuh oleh penumpang. 

Dalam perjalanan, aku melanjutkan lamunanku yang tadi sempat buyar. Masih dengan perasaan gelisah hingga rasanya aku ingin bolos sekolah. 


 

 

 

 



Wednesday, January 12, 2022

Kala Jodoh Yang Tepat Datang Terlambat





Bukan hanya siswa saja loh yang bisa datang terlambat, tapi jodoh pun bisa datang terlambat. Eittss tapi bukan karena dia terlambat bangun yah hihihi.

Mungkin di antara kita ada yang pernah mengalami dikhianati oleh seseorang yang awalnya kita pikir dia lah jodoh kita, takdir yang Tuhan berikan.

 Sampai pada waktu nya ketika dia meminta kita untuk menyatukan dua kata jadi satu yaitu aku, kamu jadi kita, kalian langsung menyetujuinya. Pasti saat itu kalian berfikir, "Dia lah jodoh yang Tuhan berikan untuk menjadi pendampingku".

Waktu berlalu begitu cepat, beberapa tahun menjalani hari-hari bersama orang yang membuat kita mempunyai gelar sebagai istri. Dibanjiri hangat nya kasih sayang dari seorang suami. Sampai akhir nya kita semakin mengagumi sosok yang telah Tuhan kirim untuk kita. 

Panas nya api pertengkeran pasti selalu di rasakan setiap pasangan, tapi selalu kembali padam ketika dua insan bisa saling memahami dan saling memaafkan. Sampai akhir nya kita kembali lagi bisa merasakan hangat nya kasih sayang. 

Tapi siapa sangka, di balik perhatian dan kasih sayang yang dia berikan selama ini, bukan hanya kita saja yang mendapatkan nya, melainkan ada seseorang yang turut merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang selama ini kita dapatkan dari orang yang sama dan tanpa sepengetahuan kita.

Setelah kita mengetahui segalanya, ada yang berfikir kalau jodoh hanya datang satu kali, jadi,

 "kalau dia jodohku,dia pasti kembali".

 Karna pemikiran itu lah yang membuat kita tetap bertahan meski sakit terus di rasakan. Atau mungkin sebagian dari kita berfikir,

 "mungkin ini cobaan rumah tangga". 

Karena sudah lelah dan tak kunjung ada perubahan, akhirnya kita memilih mundur. Memang tidak mudah melepaskan sesuatu yang kita anggap teramat berharga. Sakit memang, tapi lebih sakit jika terus bertahan. 

Sesorang yg kita yakini dia lah jodoh terbaik, nyata nya bukan takdir kita. "Kenapa Tuhan mengirimkan jodoh yang salah, menitipkan seseorang untuk sesaat tapi memberi luka yang mungkin akan sembuh dalam waktu lama" . Akhirnya kita berfikiran buruk tentang takdir yang Tuhan beri.

Waktu kembali berlalu begitu cepat. Sampai pada waktu dimana kita seperti di lahirkan kembali, bertemu sosok baru yang bisa mengisi kekosongan hati yang sudah lama tak berpenghuni. Tapi hati masih takut untuk mengizinkan dia masuk, bukan karna luka lama masih membekas, tapi takut kembali mendapatkan takdir yang salah.

Di saat keraguaan menghampiri, Tuhan seperti memberi isyarat, dengan cara membuka pintu hati ku agar bisa membiarkan masuk sosok pengganti yang telah lama pergi.

 Dan tiba waktu nya dimana hati mulai sepenuhnya memberi ruang kepada seseorang yang benar-benar tulus ingin singgah di hati, bukan mengisi lalu pergi. 

Beberapa tahun telah berlalu, masih dengan sosok yang telah menjadi pengobat duka dan lukaku di masa lalu . Yang awalnya  ku pikir jodoh hanya datang satu kali ternyata itu salah, dan siapa sangka kalau jodoh yang tepat bisa datang terlambat. Dan dia yang tidak tepat, hanya singgah sesaat.




Cucu Untuk Mereka Part 3

  Siang itu aku baru saja selesai mengerjakan semua tugas rumah. Sejenak aku putuskan untuk merebahkan diri di sofa karena aku mulai merasa ...